TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Iran berencana mengkaji ulang kerjasama di bidang industri pupuk. Kerjasama yang digagas pada era Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad urung setelah embargo internasional terhadap Iran.
Kerjasama kedua negara muncul setelah itu setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla bertemu dengan Wakil Presiden Republik Islam Iran Bidang Manajemen dan Perencanaan Mohammad Bagher Nobakht di Jakarta Rabu 29 April 2015, hari ini. "Kita ingin mulai kembali pembicaraan itu," kata Jusuf Kalla di kantornya, Jakarta, Rabu, 29 April 2015.
Pembicaraan antara JK dan Bagher akan dilanjutkan oleh tim bersama. Kemungkinan, kerjasama ini dimulai dengan skema business to business terlebih dahulu.
PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) pernah mengikat kerjasama dengan Iran National Petrochemical Company dengan rencana pendirian pabrik pupuk patungan di Iran pada 2010. Pusri mengantongi 70 persen saham. Namun rencana itu gagal karena kendala keuangan.
Dewi Fortuna Anwar, Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Politik, mengatakan kerjasama bidang industri pupuk memungkinkan karena Iran berpotensi memiliki cadangan gas melimpah.
Selain pupuk, Jusuf Kalla dan Bagher membincangkan rencana kerjasama bidang perdagangan. Perdagangan kedua negara menurun drastis karena dalam dua tahun terakhir Indonesia tak lagi mengimpor produk migas dari Iran. "Dulu sampai US$ 1 miliar, sekarang hanya US$ 40 juta," kata Dewi. Anjloknya nilai perdagangan disebabkan sanksi dunia internasional kepada Iran.
Iran terus berupaya menormalisasi hubungan dengan negara-negara lain. Perbaikan yang dilakukan di antaranya regulasi tentang nuklir.
Dewi berharap Iran segera memperbaiki regulasinya agar sanksi dicabut. Pencabutan sanksi akan memudahkan kerja sama dalam industri keuangan. Terkait kerjasama bidang keuanga, Jusuf Kalla mengusulkan adanya pertemuan antara Deputi Gubernur Iran dengan pejabat di Bank Indonesia. Tujuannya untuk mempercepat proses perdagangan dan investasi.
FAIZ NASHRILLAH