TEMPO Interaktif, Jakarta:Mulai 1 September, PT Pertamina kembali menaikkan harga minyak tanah dan bensin premium konsumen industri. Premium naik dari Rp 4.640 per liter menjadi Rp 5.160 dan minyak tanah Rp 5.490 dari Rp 5.600. Namun, untuk jenis solar dan diesel justru turun. Harga solar menjadi Rp 5.350 per liter dari Rp 5.480, sedangkan diesel Rp 5.130 dari Rp 5.240. Berdasarkan keterangan pers Pertamina, harga tersebut ditetapkan berdasarkan rata-rata harga produk Mid Oil Plat Singapura (MOPS) selama satu bulan ditambah 15 persen dan pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen. Perkembangan harga MOPS selama satu bulan ini menunjukkan kenaikan harga MOPS untuk produk premium hingga 10,5 persen dan minyak tanah naik 1,23 persen. Selain kenaikan harga, juga terjadi variasi penurunan harga hingga 3,1 persen untuk minyak solar dan 2,95 persen untuk minyak diesel. Hal ini dipicu dengan kondisi permintaan dan pasokan minyak solar di kawasan regional yang cenderung sedikit kelebihan pasokan, meski harga minyak dunia mengalami kenaikan. Nilai tukarrupiah yang digunakan juga mengalami pelemahan dari rata-rata bulan sebelumnya Rp 9.768 per dolar Amerika Serikat menjadi Rp 9.841.Pertamina juga menaikkan harga jual BBM penerbangan (avtur) rata-rata 6 persen dari periode sebelumnya. Kenaikan harga itu bervariasi tergantung pada regional masing-masing Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU). Harga yang berlaku untuk DPPU Soekarno Hatta menjadi Rp 5.357 per liter dari Rp. 5.016. Polonia menjadi Rp 5.379, Ngurah Rai Rp 5.368, dan Juanda Rp 5.379.Selain itu, Pertamina juga menaikkan bensin pertamax dan pertamax plus. Harga baru dua jenis bensin tanpa timbel itu adalah Rp 5. 700 per liter dan Rp 5.900. Sementara harga Pertamina DEX, bahan bakar diesel ramah lingkungan yang baru diluncurkan lalu, tak mengalami kenaikan dan tetap dijual Rp 6.300 per liter. Selanjutnya, harga jual pertamax, pertamax plus, dan pertamina DEX akan naik-turun mengikuti harga pasar dunia. syakur
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
3 Oktober 2017
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
Pemerintah diminta segera mengambil sikap ihwal revisi Undang-undang Minyak dan Gas. Pengurus Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Migas Bambang Dwi Djanuarto?menilai pemerintah kurang responsif dalam menyelesaikan revisi UU Migas.
Mengesahkan undang-undang baru sebagai pengganti atau revisi UU Minyak Bumi dan Gas (Migas) Nomor 22 Tahun 2001 adalah hal mendesak yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan DPR pada akhir tahun ini. Mengingat undang-undang ini telah mengalami tiga kali uji materi Mahkamah Konstitusi (2003, 2007, dan 2012), di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembatalan banyak pasal dari undang-undang tersebut.