Petugas Tim Penjinak Bahan Peledak Polda Metro Jaya, melakukan penjagaan di lokasi diduga bom di samping Pos Kepolisian Subsektor Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta, 7 Juli 2014. Jelang pilpres, teror bom telah terjadi sebanyak 17 kali. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Subang - Manajemen PT Dahana (Persero) yang bergerak di bidang produksi bahan peledak mengaku belum tertarik mengajukan penyertaan modal negara (PMN) seperti yang dilakukan perusahaan pelat merah lain. "Sekarang belum, ke depan mungkin saja," kata Direktur Utama PT Dahana F. Harry Sampurno saat dihubungi Tempo, Kamis, 5 Pebruari 2015.
Menurut dia, aset pemerintah di Dahana yang dikonversikan sebesar Rp 700 juta pada 1973 saat ini saja nilainya sudah cukup jumbo. "Pada 2012, sudah jadi Rp 250 miliar," tuturnya.
Dengan modal tersebut, laba bersih Dahana terus bertambah. Tahun lalu, laba bersih Dahana sebelum diaudit (unaudited) sebesar Rp 80 miliar. Adapun tahun ini, Dahana memproyeksikan laba bersih Rp 100 miliar dari pendapatan Rp 1,3 triliun.
Namun Harry mengakui bahwa perusahaannya masih harus membayar utang yang tertunggak sebesar Rp 35 miliar. Sejak 2012 hingga 2017, Dahana dibebaskan menyetor dividen ke kas negara. "Kami optimistis utang tersebut lunas sesuai dengan jadwal," ujarnya.
Juru bicara PT Dahana (Persero), Juli Jajuli, menuturkan perusahaannya saat ini terus menggenjot produk bahan peledaknya, terutama denotator dan dinamit, ke pasaran internasional.
"Produk bahan peledak Dahana sudah merambah 29 negara di dunia," ujarnya. Hanya saja, kata dia, nilai hasil jualnya masih terlalu kecil. "Baru mencapai Rp 100 milar per tahun."