Ratusan nelayan Tegal berdemo dengan membawa spanduk yang berisi tuntutan. Ratusan nelayan menuntut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela(Trawls) dan pukat tarik (Seine Nets). 19 Januari 2015. TEMPO/Dinda Leo Listy
TEMPO.CO, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta waktu transisi selama enam bulan untuk melaksanakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl) dan Pukat Tarik (Seinen Nets).
Fase transisi tersebut, kata Ketua Umum KNTI Riza Damanik, bertujuan untuk membuat kebijakan pelarangan trawl dan pukat tarik lebih efektif. “Kami mempertimbangkan fakta bahwa ada masyarakat dan pelaku usaha yang telah membeli dan mendapat izin penggunaan pukat hela dan tarik,” kata dia dalam keterangan tertulis, hari ini, Senin, 2 Februari 2015. (Baca: Susi Unggah 'Pulau' Ikan di Twitter, Hasil Curian?)
Menurut Riza, masa transisi ini hanya akan diberikan bila ada permintaan dari pemerintah daerah kepada Menteri Kelautan dan Perikanan. Soalnya, pelarangan trawl di sejumlah daerah, seperti Tanjung Balai dan Serdang Bedagai, Sumatera Utara, mulai efektif dan mendapat dukungan dari masyarakat.
Selama 6 bulan masa transisi, ia mendesak pemerintah untuk mensosialisasikan peraturan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan tertentu, termasuk meningkatkan pengetahuan dan kapasitas nelayan untuk menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. (Baca: Menteri Susi: Ikan di Pasar Sekarang Kecil-kecil)
KNTI juga mendorong pemberian insentif untuk penggunaan alat tangkap ramah lingkungan melalui koperasi atau organisasi nelayan. termasuk, bekerja sama dengan organisasi nelayan dan institusi penegak hukum untuk menyiapkan skema pengawasan terpadu.
Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti juga diimbau untuk menyiapkan instrumen perlindungan kepada buruh dan ABK kapal ikan, termasuk upah minimum dan jaminan adanya perjanjian kerja yang jelas dan menguntungkan. “Sehingga di kemudian hari ancaman pemutusan huhungan kerja ABK tidak lagi digunakan untuk melindungi penggunaan alat tangkap yang merusak,” kata dia.
Salah satu upaya yang dimungkinkan adalah melaksanakan skema yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan. Termasuk dalam mengintegrasikan perjanjian kerja antara pemilik kapal dengan penggarap kapal dan atau buruh ABK Kapal ikan sebagai syarat perizinan (SIUP/SIPI/SIKPI) dapat terbit.
Trenggono Sebut Perbankan Ogah Danai Sektor Perikanan karena Rugi Terus
9 hari lalu
Trenggono Sebut Perbankan Ogah Danai Sektor Perikanan karena Rugi Terus
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa sektor perikanan kurang mendapat dukungan investasi dari perbankan. Menurut dia, penyebabnya karena perbankan menghindari resiko merugi dari kegiatan investasi di sektor perikanan itu.