Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membuka apel besar Komitmen Aplikasi Deklarasi Sekolah Bersih, Damai dan Anti Korupsi se-Jakarta di Taman Monumen Nasional (Monas), Jakarta, 30 Desember 2014. Acara ini untuk menjadikan guru-guru teladan yang baik bagi siswanya. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membolehkan mobil pribadi masuk ke jalur Transjakarta dinilai melanggar prinsip pelayanan transportasi publik. Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit mengatakan jalur Transjakarta dibuat untuk beberapa angkutan umum. “Bukan untuk mobil pribadi,” katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 1 Februari 2015.
Ahok pernah melontarkan ide membolehkan mobil pribadi masuk melintas di busway saat lalu lintas padat. Namun dengan syarat, kata dia, pengendara harus membayar dengan e-money yang otomatis terpotong Rp 50 ribu. Bahkan, bila minat pengendara mobil pribadi masuk jalur busway meningkat, Ahok sudah ancang-ancang untuk menaikkan tarifnya secara bertahap.
Menurut Danang, komitmen Ahok meningkatkan kualitas transportasi publik tak boleh mengorbankan pelayanan angkutan umum yang sudah berjalan. Kendati pengendara bersedia membayar tarif yang ditetapkan, kebijakan mengizinkan mobil pribadi cenderung merugikan nilai tawar bus Transjakarta sebagai angkutan masyarakat. “Bus Transjakarta bisa-bisa tak punya keunggulan kompetitif di mata masyarakat akibat mobil pribadi masuk jalurnya,” ujarnya.
Danang mengusulkan kepada Ahok agar fokus memperbaiki dan mengembangkan sistem transportasi publik secara utuh dan tak mengorbankan fasilitas lain. Ahok, tutur Danang, bisa mencontoh Singapura dalam mengelola kendaraan pribadi dengan merasionalkan jumlah kendaraan sesuai dengan volume jalan yang dimiliki.
Selain itu, Ahok juga bisa memilih metode pembatasan kendaraan dengan menerapkan pajak tinggi pada beberapa kualifikasi kendaraan. Misalnya, kendaraan yang mengkonsumsi energi tinggi, memakan ruang jalan lebih banyak, emisi gas buang yang tinggi, dan usia kendaraan yang tua bisa dikenai pajak yang tinggi. Namun metode pembatasan semacam itu harus diikuti perbaikan fasilitas transportasi publik. “Ruang pejalan kaki serta jumlah dan jenis angkutan umum juga wajib ditambah,” kata Danang.