TEMPO Interaktif, Jakarta:PT Perusahaan Listrik Negara (persero) berencana mencari pinjaman untuk menambal cash flow. Pinjaman sebesar Rp. 7 triliun hingga Rp. 14 triliun ini diperlukan untuk menutupi pertambahan biaya akibat kenaikan konsumsi harga Bahan Bakar Minyak. Menurut Direktur Utama, Eddie Widiono pinjaman yang dipakai bukan dalam bentuk obligasi. "Kalau obligasi kami pakai untuk untuk investasi maka yang dipilih pinjaman jangka pendek,"kata Eddie.Pinjaman jangka pendek ini, lanjut Eddie akan terbayar dalam tahun 2008. Pertimbangannya saat itu cash flow sudah semakin membaik karena penggunaan BBM berkurang hingga 5 persen. Menurut Eddie pinjaman jangka pendek ini baru dilakukan setelah perhitungan kuota BBM untuk PLN selesai dilakukan sesuai kesepakatan dengan pemerintah dalam bulan Oktober. PLN berpotensi memerlukan tambahan biaya akibat kenaikan harga BBM sekitar 7 triliun. "Kalau dengan harga RP. 2200 harga RP. 7 triliun cash flow-nya masih bisa ditangani,"ujar Eddie. Namun yang cukup membebani PLN adalah biaya tambahan BBM diluar stok yang telah ditetapkan Pertamina. Kesepakatan dengan pemerintah, PLN meminta tambahan kuota BBM menjadi 11,4 juta kiloliter. Semula jatah PLN hanya 8,4 juta kiloliter maka terdapat selisih sekitar 3 juta kiloliter. Selisih ini belum dipastikan siapa yang menanggung biaya subsidinya dan baru diputuskan pada bulan Oktober mendatang. "Kalau hanya disetujui 8,4 juta kiloliter, sisanya tidak disubsidi dan berdasar harga internasional maka tambahan biaya yang dikeluarkan PLN lagi sekitar Rp 6-7 triliun,"kata Eddie.Muhamad Fasabeni