UU Perkebunan Dulu dan Kini, Ini Perbedaannya

Reporter

Selasa, 30 September 2014 06:08 WIB

Tumpang sari pohon kina dan ekaliptus di area perkebunan kina PTPN VIII di Gunung Bukit Unggul, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (3/7). TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO , Jakarta:RUU Perkebunan disahkan hari ini dalam sidang paripurna DPR. RUU ini menjawab uji materi pasal-pasal dalam UU Perkebunan sebelumnya yang dianggap tak memiliki ikatan hukum yang jelas.

"RUU Perkebunan yang sekarang memperjelas kedudukan hukum para pelaku usaha dan pekebun dalam menjalankan industri perkebunan," kata anggota DPR dari fraksi Golkar, Siswono Yudo Husodo sebelum sidang paripurna DPR, Senin, 29 September 2014.

RUU ini adalah tindak lanjut atas putusan MK terhadap uji materi pasal 21 dan pasal 47 UU No 18 Tahun 2004 tentang perkebunan yang menyatakan bahwa masyarakat tak boleh memasuki kawasan perkebunan karena takut mengganggu aktivitas perkebunan. Hal ini dirasa oleh DPR menyalahi aturan UUD 1945 karena seharusnya masyarakat berhak masuk area perkebunan asal tak mendirikan industri lain di sana. Jadi, dua pasal itu dihilangkan.(Baca:Batasi Investasi Perkebunan, DPR Diprotes )

RUU Perkebunan yang sekarang menambahkan dua pasal baru yang memperkuat kedudukan pelaku usaha dan penanam modal di industri perkebunan. Pasal tersebut adalah pasal 95 dalam Bab XIII tentang penanaman modal dan pasal 115 dalam Bab XVIII tentang ketentuan peralihan atas izin usaha perkebunan.

Sebelumnya, kedua pasal tersebut telah mengalami revisi setelah diskusi panjang dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian. Siswono mengatakan, dalam pasal 95 ayat 3 tentang penanaman modal, DPR merumuskan bahwa penanaman modal asing pada satu usaha perkebunan dibatasi paling banyak sebesar 30 persen dari seluruh modal perusahaan perkebunan.



Tapi, pemerintah merumuskan bahwa besaran pembatasan penanaman modal asing harus diatur berdasarkan jenis tanaman perkebunan dan skala usaha tertentu dengan memperhatikan kepentingan nasional dan pekebun. Karena itu, kata Siswono, DPR dan pemerintah mengambil jalan tengah untuk tetap membatasi kepemilikan asing dalam usaha perkebunan, tapi besarannya akan ditentukan dalam Peraturan Pemerintah.(Baca:PTPN III Menang Lawan Ferrostaal di Arbitrase )



<!--more-->
Selain itu, pasal 115 tentang izin usaha juga disesuaikan karena rumusan DPR berbeda dengan pemerintah. Adapun, DPR merumuskan perusahaan perkebunan yang telah melakukan usaha perkebunan yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, diberi waktu 5 tahun untuk melaksanakan penyesuaian sejak Undang-Undang ini berlaku. Tapi, pemerintah merumuskan para pelaku usaha perkebunan wajib menyelesaikan masalah izin usaha mereka dalam jangka waktu 1 tahun sejak diundangkannya Undang-Undang tersebut.

RUU Perkebunan saat ini juga menjawab kebutuhan hukum masyarakat dengan ditambahkannya bab mengenai sistem informasi perkebunan. Dalam bab ini terdapat ayat yang mengatur tentang keperluan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi, serta pengelolaan pasokan dan permintaan produk perkebunan. Menteri Pertanian Suswono mengatakan, hal ini membuat masyarakat mendapatkan informasi yang lebih transparan tentang lahan dan produksi perkebunan sehingga mereka dapat mengelola lahannya lebih baik.

Adapun, dalam Bab VI mengenai penyelenggaraan budi daya tanaman perkebunan, terdapat dua pasal tambahan terkait dengan perlindungan tanaman perkebunan terhadap serangan organisme pengganggu tumbuhan. Pasal 34 mengatakan bahwa setiap pelaku usaha perkebunan wajib melaporkan adanya serangan organisme kepada pejabat yang berwenang dan pelaku usaha wajib mengendalikannya. Pasal 35 mengatakan bahwa pelaku usaha juga wajib memiliki standar minimum sarana dan prasarana pengendalian organisme pengganggu tanaman perkebunan. Standar ini nantinya akan diatur dalam Peraturan Menteri.

Sebelumnya, wakil ketua komisi IV Herman Khaeron mengatakan, RUU Perkebunan ini juga sebagai bukti bahwa DPR pro pekebun. Menurut dia, pemerintah ingin rakyat yang mengelola mayoritas area perkebunan di Indonesia.

RUU Perkebunan ini terdiri dari 19 bab dan 120 pasal yang diundangkan. Sebelumnya, UU Perkebunan no 18 tahun 2004 hanya mencakup 13 bab dengan 56 pasal. "Ada beberapa bab baru, seperti Asas, Tujuan, dan Lingkup Peraturan, Sistem Informasi, Penanaman Modal, dan Peran Serta Masyarakat," kata Herman.
YOLANDA RYAN ARMINDYA



Baca juga:
Jaksa Selidiki Pengadaan CCTV di Pemkot Madiun
Asal-usul Teknik Pembuatan Alat Batu Levallois

Jokowi Pastikan Kementerian Kemaritiman di Kabinet

Pejabat Lumajang Diperiksa Terkait Tambang Pasir




Advertising
Advertising

Berita terkait

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

2 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

2 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

2 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

3 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

3 hari lalu

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu dinilainya berpotensi melanggar Undang-Undang (UU).

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

3 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

3 hari lalu

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menolak rencana iuran pariwisata di tiket pesawat.

Baca Selengkapnya

DPR Arizona Loloskan Pencabutan Undang-undang Larangan Aborsi

3 hari lalu

DPR Arizona Loloskan Pencabutan Undang-undang Larangan Aborsi

DPR Arizona lewat pemungutan suara memutuskan mencabut undang-undang larangan aborsi 1864, yang dianggap benar-benar total melarang aborsi.

Baca Selengkapnya

MK Tekankan Perlunya Penyempurnaan UU Pemilu, Ini Reaksi DPR

3 hari lalu

MK Tekankan Perlunya Penyempurnaan UU Pemilu, Ini Reaksi DPR

MK menyatakan terdapat beberapa kelemahan dalam UU Pemilu, Peraturan KPU, dan Peraturan Bawaslu.

Baca Selengkapnya

Suplai Gas yang Merata Dukung Ketersediaan Pupuk Nasional

4 hari lalu

Suplai Gas yang Merata Dukung Ketersediaan Pupuk Nasional

Bambang Haryadi, mengungkapkan upaya Komisi VII dalam mengatasi tantangan produksi pupuk di Indonesia.

Baca Selengkapnya