Gedung Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan proses pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sarat dengan berbagai persoalan dan konflik kepentingan. Peneliti dari ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan dari 67 nama calon anggota BPK yang menjalani uji kelayakan dan kepatutan, sekitar 25 nama di antaranya akrab dengan dunia politik. Dari 25 nama tersebut, separuhnya adalah politikus.
"Mengamati proses seleksi ada empat persoalan yang membuat seleksi anggota BPK minim parameter integritas dan jauh dari prinsip transparansi," kata Firdaus Ilyas, peneliti ICW, melalui rilisnya, Kamis, 4 September 2014. (Baca: Laporan BPK Kurang Ditanggapi Penegak Hukum)
Empat persoalan dalam proses seleksi anggota BPK ini adalah, pertama, kuatnya potensi konflik kepentingan dalam proses penyeleksian anggota BPK. Sebanyak enam orang calon anggota BPK diketahui masih aktif menjabat sebagai anggota DPR dan DPD. Di antaranya adalah Harry Azhar Aziz dari Komisi Keuangan DPR, Achsanul Qosasi dari Komisi Keuangan, dan Zulbahri Ketua Komite IV DPD yang tercatat sebagai pimpinan pelaksana tes uji kepatutan dan kelayakan tahap awal. (Baca: Laporan BPK Kurang Ditanggapi Penegak Hukum)
Kedua, adanya delapan calon anggota BPK yang merupakan kader partai politik hingga pemilu legisatif 2014. Mereka gagal terpilih kembali di masa pemilihan 2014. Latar belakang partai ini dikhawatirkan akan menyebabkan konflik kepentingan ketika BPK melakukan kerja terkait dengan pemeriksaan audit partai politik, seperti pada audit dana partai, audit keuangan pemerintah daerah, dan lainnya. (Baca: Anggota BPK Jadi Dewan Pakar Prabowo)
Ketiga, munculnya fenomena pencari kerja (job seeker). Seperti halnya pada pemilihan tahun 2009 lalu, para calon legisatif yang gagal terpilih kembali, pensiunan BPK, dan calon anggota yang pernah gagal terpilih kembali mengajukan diri menjadi anggota BPK. Sebanyak 12 orang diketahui merupakan caleg gagal 2014. Muncul kekhawatiran BPK akan mudah dibajak untuk kepentingan politik ke depannya.
Sebagai catatan, sejak 2004 hingga 2014, sebanyak 44 persen anggota BPK berasal dari perwakilan partai politik dan memiliki rekam jejak yang tidak sejalan dengan semangat kelembagaan BPK.
Keempat, anggota BPK rawan diisi oleh calon yang tidak menjabat secara penuh atau pensiun dini dari jabatan. Menurut Firdaus, dari 67 calon anggota BPK, 8 orang diketahui telah memasuki usia 61-65 tahun. Usia para calon pejabat BPK yang sudah lanjut akan menyebabkan maraknya pensiun dini. MAYA NAWANGWULAN