Pengumuman di sebuah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bertuliskan "mohon maaf SPBU ini tidak menjual premium bersubsidi" di rest area kilometer 13,3 tol Tangerang-Merak, Banten, Sabtu 9 Agustus 2014. Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng mengaku kebijakan pengendalian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang berjalan beberapa hari memberikan dampak baik, di mana mampu meningkatkan konsumsi BBM non subsidi. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Pelarangan penjualan bahan bakar minyak subsidi di SPBU jalan tol tak serta-merta membuat pengendara membeli bensin non-subsidi di sana. Para pengendara memilih untuk batal mengisi bahan bakar atau membeli Pertamax hanya untuk meneruskan perjalanan ke SPBU terdekat.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Hiswana Migas Wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, Juan Tarigan, sudah memprediksi kondisi tersebut. "Kami perkirakan akan ada penumpukan di area setelah atau sebelum tol," kata Juan saat dihubungi, Ahad, 10 Agustus 2014.
Meski sudah banyak pemberitaan terkait dengan hal ini, ia enggan mengklaim prediksinya tepat. "Kami harus bicara berdasarkan data," kata dia. Oleh karena itu, Hiswana, akan melakukan evaluasi kebijakan ini pada Sabtu atau Ahad pekan depan.
Hiswana akan membandingkan untung rugi sebelum dan sesudah pelarangan ini diterapkan. "Kalau ada yang untung ya kami perlihatkan untung di mana dan sebaliknya," kata dia.
Mulai 6 Agustus 2014, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) melarang SPBU di rest area jalur tol menjual bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Aturan ini dibuat untuk menekan volume penggunaan BBM subsidi yang terus membengkak.