CT: ESDM harus Selesaikan Kisruh PLN-Pertamina
Editor
Dewi Rina Cahyani
Kamis, 7 Agustus 2014 10:24 WIB
TEMPO.CO, Semarang - Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi turun tangan untuk menyelesaikan kisruh antara PT Pertamina (Persero) dan Perusahaan Listrik Negara (Persero). "Tidak usah semuanya oleh saya. Keduanya kan di bawah ESDM, saya minta menyelesaikannya," ujar Chairul di Semarang, Rabu malam, 6 Agustus 2014. (Baca: Kisruh Pertamina-PLN, Pemerintah Harus Intervensi)
Menurut dia, kisruh yang diakibatkan oleh perbedaan persepsi mengenai harga solar sesuai Mean of Plats Singapore (MOPS) bisa diselesaikan dalam waktu singkat tanpa melibatkan banyak pihak. Dengan begitu, pelayanan terhadap masyarakat yang diberikan oleh Pertamina dan PLN tetap berjalan lancar. "Semuanya memiliki kepentingan masing-masing, tetapi jangan sampai mengganggu kepentingan nasional," ujarnya. (baca :Terganjal Aturan, PLN dan Pertamina Belum Hedging)
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Energi Susilo Siswoutomo mengatakan lembaganya segera mempertemukan kedua belah pihak untuk menyelesaikan kisruh tersebut. "Besok semuanya akan saya bahas," ujarnya. Ia enggan menjelaskan lebih rinci mengenai solusi yang akan diberikan bagi keduanya. "Besok saja ya," kata dia.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Nur Pamudji yang hadir dalam rapat koordinasi tersebut enggan mengomentari masalah ini. Ia memilih bungkam saat beberapa wartawan meminta penjelasannya. "No comment, no coment kalau itu," ujar dia di Semarang, kemarin.
Sebelumnya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengancam Pertamina akan menghentikan pasokan solar ke pembangkit-pembangkit listrik PLN jika PLN tak membayar harga solar sebesar 7,8 persen dari Mean of Plats Singapore (MOPS). Sampai sekarang PLN masih membayarnya dengan ketentuan harga solar 5 persen dari MOPS.
Menurut Pertamina, harga itu sudah sesuai kesepakatan antara Pertamina dengan PLN berdasarkan kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Pertamina mengaku tak mau merugi terus sebab harga lama disebut merugikan perusahaannya.
Kepala Divisi Gas dan BBM PLN Suryadi Mardjoeki mengaku hanya melaksanakan keputusan Kementerian Keuangan. Harga kajian BPKP disebutnya tak disetujui oleh Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan. Akibatnya, PLN tak bisa memproses pembayaran harga yang baru itu.
Pasokan solar ke pembangkit listrik PLN selama ini mayoritas berasal dari Pertamina. Kebutuhan BBM PLN pada tahun ini mencapai 7,1 juta kiloliter, sedangkan yang dipasok oleh non-Pertamina tak sampai sejuta kiloliter. Menurut PLN, jika pasokan BBM dari Pertamina dihentikan, maka Indonesia akan menjadi gelap.
Kisruh antara kedua perusahaan pelat merah ini, menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, adalah persoalan bisnis biasa yang kerap terjadi antara dua perusahaan. Dia menolak ikut campur atas konflik yang terjadi antara Pertamina dan PLN. "Ini bisnis biasa saja, saya enggak akan bela salah satu," katanya kemarin.
Lagipula, ia melanjutkan, PLN bisa membeli solar dari tempat lain di luar Pertamina. "Silakan saja, asal PLN bisa mendapat harga yang lebih murah," katanya.
JAYADI SUPRIADIN
Berita Terpopuler
Kabar Pembakaran Rumah Saksi Prabowo Tak Terbukti
Massa Prabowo Bentrok dengan Polisi di KPU Jatim
Hakim Wahiduddin Koreksi Gugatan Prabowo-Hatta
Dipukul, Massa Pro-Prabowo Ancam Tuntut Kepolisian