Pemerintah Diminta Benahi Pola Produksi Cabai  

Selasa, 5 Agustus 2014 05:39 WIB

Ilustrasi cabai. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik meminta pemerintah untuk lebih jeli mengatur pola produksi sejumlah komoditas hortikultura, seperti cabai dan bawang merah. Sebab, selama ini pola produksi dua komoditas tersebut cenderung tidak merata.

"Konsumsi cabai maupun bawang merah konstan. Tapi produksi kalau ditampilkan per triwulan itu ada yang surplus ada yang defisit. Ini harus dikendalikan," kata Kepala BPS Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin, 4 Agustus 2014. (Baca: Jembatan Comal Ambles, Harga Cabai Terdongkrak)

Berdasarkan catatan BPS, pola panen cabai dan bawang merah terbesar terjadi pada triwulan kedua dan triwulan ketiga. Akibatnya, harga di tingkat petani cenderung anjlok. Sementara itu, pada triwulan keempat, biasanya produksi anjlok, sehingga harga melonjak tinggi.

Ia mencontohkan, pada 2013, produksi cabai rawit mencapai 714 ribu ton. Produksi ini secara keseluruhan meningkat 11.250 ribu ton atau 1,6 persen dibanding tahun sebelumnya. Namun, jika dibagi-bagi berdasarkan triwulan, produksi cabai terlihat tidak merata.

Pada triwulan pertama, produksi cabai rawit hanya 45.535 ton. Kemudian, pada triwulan kedua dan ketiga terjadi peningkatan, masing-masing menjadi 58.569 ton dan 54.328 ton. Produksi lantas mengalami penurunan pada triwulan keempat, menjadi hanya 42.593 ton. "Pola seperti ini terjadi juga untuk cabai besar dan bawang merah," tuturnya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Yul Bahar mengatakan produksi cabai dan bawang merah sudah dipastikan akan mencukupi kebutuhan masyarakat. Bahkan masih tersisa. (Baca: Mentan Tuding Pedagang Permainkan Harga Cabai)

Namun pengaturan pola produksi memang harus diperbaiki. "Kami itu inginnya harga stabil di tingkat petani, jangan sampai turun," ujarnya saat ditemui di BPS.

Caranya, kata dia, pemerintah akan mengatur kembali pola produksi agar komoditas ini bisa merata sepanjang tahun. Selain itu, juga meningkatkan teknologi, baik saat budidaya maupun pascapanen. "Teknologi pascapanen ini terutama yang penting karena cabai dan bawang ini termasuk yang mudah rusak kalau dalam sepekan tidak digunakan," tutur Yul.

Selain itu, pemerintah juga mendorong kerja sama Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk mengatur tata niaga bahan baku untuk industri olahan. "Kami berharap kelebihan produksi bisa diserap oleh industri. Jangan terus menerus impor bahan baku," ujarnya.

AYU PRIMA SANDI

Berita terpopuler:
Foto Dirut PT KAI Tidur di Kereta Bukan Pencitraan
Logistik Laut Tak Terimbas Pembatasan Solar
Jelang Pembatasan BBM, Pertamina Libatkan Polisi









 

Berita terkait

Program Electrifying Agriculture PLN, Mampu Tingkatkan Produktivitas Pertanian

1 hari lalu

Program Electrifying Agriculture PLN, Mampu Tingkatkan Produktivitas Pertanian

Program Electrifying Agriculture (EA) dari PT PLN (Persero), terus memberikan dampak positif bagi pertanian di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

5 hari lalu

Menteri Pertanian Ukraina Ditahan atas Dugaan Korupsi

Menteri Pertanian Ukraina Mykola Solsky ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka resmi dalam penyelidikan korupsi bernilai jutaan dolar

Baca Selengkapnya

Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

8 hari lalu

Pengamat Pertanian Ragu Benih dari Cina Cocok di Indonesia

Pengamat Pertanian Khudori meragukan sistem usaha tani dari Cina yang akan diterapkan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

9 hari lalu

Neraca Perdagangan Kita Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Apa Penyebabnya?

Indonesia memperpanjang rekor surplus neraca perdagangan dalam 47 bulan terakhir pada Maret 2024

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

9 hari lalu

Terkini Bisnis: Putusan MK Pengaruhi IHSG, Bandara Sam Ratulangi Mulai Dibuka

Pembacaan putusan sengketa Pilpres di MK memengaruhi IHSG. Perdagangan ditutup melemah 7.073,82.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

9 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

9 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

9 hari lalu

BPS Sebut Iran dan Israel Bukan Mitra Utama Dagang RI: Dampak Konflik Tak Signifikan

BPS menilai dampak konflik geopolitik antara Iran dan Israel tak berdampak signifikan terhadap perdangan Indonesia. Begini penjelasan lengkapnya.

Baca Selengkapnya

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

10 hari lalu

Surplus Perdagangan Maret Tembus USD 4,47 Miliar, Ditopang Ekspor Logam Dasar dan Sawit

Surplus perdagangan Indonesia pada Maret 2024 tembus US$ 4,47 miliar. Surplus 47 bulan berturut-turut.

Baca Selengkapnya

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

10 hari lalu

Timur Tengah Memanas, BPS Beberkan Sejumlah Komoditas yang Harganya Melonjak

Badan Pusat Statistik atau BPS membeberkan lonjakan harga komoditas akibat memanasnya tekanan geopolitik di Timur Tengah.

Baca Selengkapnya