Sejumlah tamu undangan berbincang di lokasi layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) usai pembukaan perdagangan di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta (2/1). Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Memasuki sesi kedua perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Rabu, 7 Mei 2014, indeks harga saham gabungan diprediksi bakal bergerak variatif di kisaran 4.825-4.860. Di sesi kedua ini, pelaku pasar diharapkan tetap mewaspadai dampak dari pelemahan bursa regional.
"Bagi yang ingin menambah posisi, jangan banyak-banyak. Fokus saja pada saham perbankan dan konstruksi," tutup Satrio Utomo, analis saham dari PT Universal Broker Indonesia.
Ia mengatakan sentimen negatif dari regional dipicu oleh koreksi tajam bursa Dow Jones tadi malam. Namun, sentimen ini sampai pada akhir perdagangan sesi I tidak sampai ke IHSG yang justru menguat 11,75 poin (0,24 persen) ke level 4.846,21.
"Aksi beli pelaku pasar menetralisasi sentimen negatif regional," Satrio menuturkan.
Hingga pukul 12.30 WIB, indeks Nikkei 225 terjun bebas 359 poin (2,49 persen) ke level 14.098, sementara indeks Hang Seng turun 227 poin ke level 21.748. Sedangkan bursa Strait Times Singapura jatuh 0,47 persen ke 3.230.
Meski data-data ekonomi dari dalam negeri kurang begitu bagus, namun aksi beli asing masih tinggi. Di sesi pertama, asing mencatat neto beli Rp 131 miliar dengan saham-saham yang diburu, antara lain saham Bank BRI (BBRI) dan Astra Internasional (ASII).
Menurut Satrio, masih adanya harapan dari sentimen pemilihan presiden berhasil menjaga IHSG di zona hijau. Pelaku pasar masih berharap calon presiden PDI Perjuangan, Joko Widodo, mendapatkan calon pendamping yang tepat dan disukai pasar. "Suka tidak suka, memang arah pergerakan pasar bergantung pada sentimen pilpres," kata dia.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.