Gubernur DKI Jakarta yang juga Kader Nasional PDI P, Joko Widodo memberikan pengarahan saat rapat akbar PDI P di Pekanbaru, Riau (8/3). Jokowi hadir di Pekanbaru, guna mengikuti Rapat Akbar PDI P juga berpidato untuk para calon anggota DPRD dari PDI P se Provinsi Riau. ANTARA/Rony Muharrman
TEMPO.CO, Jakarta - Efek pencalonan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau Jokowi sebagai presiden terasa di pasar modal pada peralihan pekan kedua-ketiga Maret 2014. (Baca: Pemilu Beres, Indeks Saham Lampaui 5.000).
Menurut Presiden Direktur PT Syailendra Capital Jos Parengkuan, dalam tiga hari terakhir, efek Jokowi memancing aliran dana sebesar Rp 4,3 triliun di Bursa Efek Indonesia. "Ini terjadi dalam tiga hari," katanya dalam seminar di Graha Niaga, Rabu, 19 Maret 2014.
Menurut Jos, fenomena tersebut lumrah terjadi karena investor melihat harapan baru atas sosok calon pemimpin yang baru. Dia mengatakan hal serupa terjadi pada Pemilu 2004 dan 2009. Pada 2004, inflow dana investor asing mencapai 9 persen dari total kapitalisasi pasar di bursa efek. Sedangkan pada Pemilu 2009, persentase investasi asing sebesar 4,7 persen.
Dengan bercermin pada periode tersebut, Jos yakin pada 2014 akan terjadi aliran dana Rp 84 triliun di pasar modal. Menurut dia, hal ini akan terjadi hingga akhir tahun. "Ini pun masih menggunakan asumsi konservatif, bisa lebih atau kurang," ujarnya. (Baca: Jokowi Effect Berakhir, Indeks Melemah).
Namun Jos mengingatkan bahwa indeks saham juga sangat rentan terpengaruh faktor nonpolitik. Isu ekonomi global seperti pengurangan stimulus moneter Amerika (tapering off), faktor geo politik Ukraina, dan menurunnya kinerja ekonomi Cina membuat indeks terperosok beberapa kali.
"Belum lagi pengaruh kebijakan nasional seperti larangan ekspor mineral, melemahnya kurs rupiah, dan defisit neraca transaksi berjalan yang mendorong risiko untuk investasi saham," katanya. (Baca: Investor Saham Jenuh, Efek Jokowi Meluruh).