TEMPO.CO, Batam - Komisi Pemberantasan Korupsi mengundang kepala daerah di Provinsi Kepulauan Riau untuk rapat pengawasan pertambangan mineral dan batu bara. Rapat yang tidak dihadiri unsur Kejaksaan Tinggi ini berlangsung pada 5-7 Maret di aula gedung pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau.
"Ada sepuluh poin penting yang harus diperbaiki," kata Ketua Tim Pencegahan Korupsi Sumber Daya Alam KPK Zulkarnain. KPK, ujar dia, menginginkan terciptanya tata kelola pertambangan minerba yang efektif dan tidak merugikan keuangan negara.
Pada rapat ini terungkap tiga perusahaan penambang bauxite yang mengekspor ke Cina meski belum terdaftar di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ketiganya adalah KLM, BKP, dan PSB yang mengekspor bauxite sebanyak 1.100.155,55 ton pada tahun 2011 dan 964.738,27 ton pada tahun 2012. Perusahaan-perusahaan itu belum membayar royalti ke pemerintah senilai US$ 440.709,62 pada tahun 2011, dan senilai US$ 391.317,09 tahun 2012. Ketiganya juga tidak membayar iuran tetap.
Sumber Tempo menceritakan modus yang dilakukan perusahaan nakal itu. Untuk menghindari kejaran petugas dan sorotan masyarakat, pengangkutan bauxite dilakukan malam hari. Biasanya, mereka menggunakan pelabuhan ilegal yang disebut pelabuhan tikus.
Paul Lubis, Direktur Pembinaan Program Minerba Kementerian ESDM, mengatakan pihaknya akan menata kembali tata cara ekspor hasil tambang dari berbagai daerah. "Kami akan menelisik menyangkut pelabuhan yang tak berizin atau pelabuhan tikus yang banyak dikeluhkan masyarakat," katanya.
Dia menjelaskan bahwa Gubernur dan Bupati harus tunduk pada Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan. Mereka wajib menyampaikan data dan informasi pengelolaan pertambangan kepada Menteri ESDM. Tujuannya untuk penyeragaman sistem informasi geografis dan format peta serta integrasi data antara pusat dan daerah.
Paul Lubis mengatakan rekapitulasi izin usaha pertambangan clean & clear (CnC) dan non-CnC se-Indonesia sebanyak 10.918 izin, terdiri dari 6.041 telah CnC dan 4.877 izin non-CnC yakni pertambangan mineral dan batu bara.
Di Kepulauan Riau keluar 161 izin. Dari jumlah itu, 114 izin telah CnC dan 47 izin non-CnC. Dari catatan Kementerian ESDM, bekas galian tambang umumnya belum direklamasi dan masih seperti danau buatan. Padahal, sesuai izin yang dikeluarkan, perusahaan tambang wajib mereklamasi bekas galian agar dapat dimanfaatkan sebagai lahan produktif yang dapat dirasakan masyarakat.