TEMPO.CO, Jakarta - Publikasi hasil pertemuan rutin Komite Federal Pasar Keuangan Amerika Serikat (FOMC Meeting) menjadi sentimen negatif bagi pergerakan bursa regional. Salah satu poin yang menyebutkan bank sentral AS (The Fed) kemungkinan menaikkan suku bunga acuan lebih awal memicu kecemasan pelaku pasar di negara berkembang (emerging markets). Dalam perdagangan sesi pertama, indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi 11 poin (0,2 persen) ke level 4.581,89.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo mengatakan tekanan terhadap indeks bersumber dari sentimen negatif The Fed dan data manufaktur Cina. Berita negatif keduanya menyebabkan pelaku pasar menghentikan akumulasi saham. “Munculnya sinyal negatif ini membuat pelaku pasar lebih waspada,” katanya.
Menurut Satrio, penguatan indeks yang terjadi selama sepekan sudah mendekati target penguatan jangka pendek dan menengah pada kisaran resisten 4.650-4.700. Pelaku pasar disarankan untuk mengambil posisi jual sementara waktu bila laju koreksi membuat level support indeks di level 4.550-4.575 gagal bertahan.
"Di sisi lain, kuatnya level resisten 4.650-4.700 membuat kami cenderung memberikan rekomendasi ambil untung dengan strategi jual di harga tinggi (sell on strength) ketika IHSG bergerak naik," ujar Satrio.
Meski terus mengurangi paket stimulus moneternya, The Fed belum berupaya mengubah angka suku bunga acuan sebesar 0-0,25 persen. Tingkat pengangguran yang masih di berada di level 6,6 persen menjadi alasan The Fed tetap mempertahankan kebijakan tersebut.
Imbas data manufaktur Cina yang jatuh ke level 48,3, mayoritas bursa saham regional bergerak melemah. Selain IHSG, Nikkei juga anjlok 1,68 persen ke level 14.518,14, kemudian Hang Seng terkoreksi 1,18 persen ke level 22.396,27.