Seorang wisatawan mancanegara memperhatikan batik tegalan di Desa Kalinyamat Wetan, Tegal, Jateng, Selasa (3/7). ANTARA/Oky Lukmansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan sektor usaha kecil dan menengah (UKM) diperkirakan belum terlalu baik karena masih tingginya suku bunga kredit dari perbankan. Hal ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan negara tetangga yang mendorong UKM-nya dengan berlomba memberi keringanan bunga kredit.
“Jika melihat ke negara Jepang, bunga pinjaman kepada UKM di sana masih di level satu digit. Sedangkan di Indonesia, perbankan masih memberikan bunga hingga dua digit ke sektor UKM,” ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia Bidang Industri Kreatif dan Penyelenggara Ekshibisi, Budiarto Linggowijono, ketika dihubungi, Minggu, 10 November 2013.
“Dengan dana terbatas, bank cenderung lebih selektif memilih sektor usaha yang akan dibiayai. Tentunya dengan pertimbangan yang lebih optimal antara untung dan risiko,” ucap Raden beberapa waktu lalu.
Bila kondisinya demikian, menurut dia, aturan yang mewajibkan bank menggelontorkan kredit ke bidang usaha mikro, kecil, dan menengah muskil ditaati perbankan. “Bank pasti ingin prudent dan tak mungkin jorjoran di masa tak menentu ini. Bank Indonesia sebagai regulator pun tentu tak bakal diam,” tutur Raden.
Lebih jauh, Budiarto mengungkapkan, hubungan Kadin dan UKM harus terus ditingkatkan. Ia menilai seharusnya pemerintah Indonesia menaruh Kamar Dagang Indonesia (Kadin) sebagai ujung tombak pembangunan UKM, dengan memposisikan Kadin sebagai pendamping dan pembimbing sektor tersebut pada masa mendatang.