Menteri BUMN Dahlan Iskan (tengah) saat menandatangani karung yang berisikan pupuk didampingi (dari kiri kekanan) Direktur Pupuk Iskandar Muda Usman Mahmud, Dirut Pupuk Kujang Tosin Sutawikara, Dirut Petrokimia Gresik Hidayat Nyakman, PT Pupuk Indonesia Holding Company Arifin Tasrif, Dirut Pupuk Sriwidjaja Palembang Eko Sunarko, dan Dirut Pupuk Kaltim Aas Asiki Idat dalam peresmian nama dan logo baru induk lima BUMN Pupuk di Plaza Pupuk Kaltim, Jakarta, Rabu (18/4). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Dahlan menjelaskan, Pupuk Indonesia dipilih karena memiliki skema pembelian lahan yang paling jelas. Pupuk Indonesia rencananya menggandeng Bank Commonwealth Australia dalam melancarkan pembelian tersebut.
"Dengan kerja sama langsung dengan perbankan sana, kita mengurangi risiko apakah calon partner kita baik atau tidak, solid atau tidak, dan punya reputasi seperti apa karena mereka lebih paham situasi di sana," ujar bekas Direktur Utama PLN ini.
Ia melanjutkan, selain membuka perusahaan bersama di Australia, Kementerian juga tidak keberatan jika pihak Australia menginginkan membuka perusahaan di Indonesia untuk pengembangbiakan sapi. Porsi kepemilikannya, yakni mayoritas oleh perusahaaan Australia, sedangkan perusahaan patungan di Australia akan dimiliki mayoritas oleh perusahaan Indonesia.
Sebelumnya pemerintah berencana membeli lahan peternakan sapi seluas satu juta hektar di Australia untuk mengatasi kekurangan daging di dalam negeri. Nilai pembelian lahan itu berkisar Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar. Adapun PT Rajawali Nusantara Indonesia hanya diizinkan untuk pembelian lahan dengan skala yang lebih kecil.
Dahlan meyakini pembelian lahan tersebut merupakan kebijakan tepat. Alasannya, selain lebih efisien, terutama untuk pengembang biakkan sapi atau breeding dimana biayanya jauh lebih murah di Australia ketimbang Indonesia. Nantinya, sapi-sapi tersebut setelah dibiakkan akan diboyong kembali ke Indonesia untuk proses penggemukan.