TEMPO.CO, Jakarta - Membaiknya data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) dan tekanan jual pasar domestik mendorong penguatan mata uang dolar Amerika. Di transaksi pasar uang hingga 11.45 WIB, rupiah kembali melemah di kisaran 9.955 per dolar.
Pengamat pasar uang, Lindawati Susanto, menilai posisi rupiah semakin sulit menguat lantaran kian beragamnya sentimen. Bukan hanya dari sisi global, tekanan terhadap rupiah mulai banyak dipengaruhi faktor dalam negeri. “Kombinasi sentimen global-lokal menyebabkan efek ganda terhadap pelemahan rupiah,” ujarnya.
Penambahan tenaga kerja non pertanian di AS pada bulan Juni 2013 naik menjadi 195 ribu melebihi ekspektasi pasar. Investor khawatir capaian tersebut akan menguatkan rencana pengurangan stimulus bank sentral AS (The Fed).
Tingginya aksi jual di pasar saham dan obligasi juga mendorong permintaan dolar melonjak. Ini belum diperhitungkan dengan meningkatnya permintaan dolar akibat kebutuhan deviden korporasi dan utang swasta yang on schedule.
Di sisi lain, dari dalam negeri posisi cadangan devisa Bank Indonesia (BI) pada akhir Juni 2013 telah berkurang sebesar US$ 7,1 miliar menjadi US$ 98,09 miliar. "Meski digunakan untuk menjaga likuiditas dollar di pasar, kondisi tersebut dikhawatirkan akan memicu kepanikan pelaku pasar."
Untungnya, pernyataan antisipatif sudah disampaikan oleh Menteri Keuangan untuk meredam gejolak. Menurut Lindawati, pernyataan menteri tentang tidak adanya masalah signifikan pada pelemahan rupiah, cukup memberikan kepastian bagi pelaku pasar. Lewat pernyataan itu, diharapkan tak akan ada spekulasi-spekulasi yang berkembang.
Menurut Lindawati, BI harus terus melakukan intervensi agar rupiah tetap stabil di bawah Rp 10 ribu. Alasannya, inflasi yang biasa datang menjelang ramadhan dan lebaran berpotensi semakin melemahkan posisi rupiah. Untuk mengantisipasinya, BI pun perlu mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 0,5 persen.
“Hari ini, rupiah diprediksikan bergerak pada kisaran 9.950 hingga 9.990 per dolar,” katanya.
PDAT | MEGEL JEKSON
Berita terkait
Samuel Sekuritas: IHSG Sesi I Ditutup Mengecewakan, Sejumlah Saham Bank Big Cap Rontok
2 jam lalu
IHSG turun cukup drastis dan menutup sesi pertama hari Ini di level 7,116,5 atau -1.62 persen dibandingkan perdagangan kemarin.
Baca SelengkapnyaEkonomi NTB Tumbuh Positif, Ekspor Diprediksi Meningkat
1 hari lalu
Perkembangan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 2023 tumbuh positif.
Baca SelengkapnyaMeski BI Rate Naik, PNM Tak Berencana Naikkan Suku Bunga Kredit
2 hari lalu
PNM menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dasar kredit meskipun BI telah menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaBRI Klaim Kantongi Izin Penggunaan Alipay
2 hari lalu
Bank Rakyat Indonesia atau BRI mengklaim telah mendapatkan izin untuk memproses transaksi pengguna Alipay.
Baca SelengkapnyaSuku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti
2 hari lalu
BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.
Baca SelengkapnyaIHSG Tutup Sesi Pertama di Zona Hijau, Saham Bank BRI Paling Aktif Diperdagangkan
3 hari lalu
IHSG menguat 0,86 persen ke level 7.097,2 dalam sesi pertama perdagangan Senin, 29 April 2024.
Baca SelengkapnyaKenaikan BI Rate Berpotensi Tekan Penyaluran Kredit
3 hari lalu
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) menjadi 6,25 persen bisa berdampak pada penyaluran kredit.
Baca SelengkapnyaBI Perluas Cakupan Sektor Prioritas KLM untuk Dukung Pertumbuhan Kredit
3 hari lalu
BI mempersiapkan perluasan cakupan sektor prioritas Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).
Baca SelengkapnyaBI Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Naik 4,7-5,5 Persen Tahun Ini
3 hari lalu
BI sedang mempersiapkan instrumen insentif agar mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaBI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
4 hari lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca Selengkapnya