Aktivitas bongkar muat di pelabuhan peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok terlihat dari ketinggian, Jakarta, Kamis (21/2). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - - Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengatakan keruwetan arus barang di Pelabuhan Tanjung Priok tak cukup ditangani oleh pihak Bea Cukai. Agung menjelaskan ada banyak pihak yang berada dan berkepentingan di Tanjung Priok.
"Sorotan beberapa waktu terakhir ini kami jadikan masukan untuk perbaikan, tetapi Bea Cukai hanya 1 dari 18 entitas yang ada di dalam pelabuhan," kata Agung dalam konferensi pers di Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta, Senin, 8 Juli 2013 malam.
Agung mencontohkan pihaknya telah memperpanjang waktu operasional Tempat Pemeriksaan Fisik (TPF) hingga pukul 23.00 WIB mulai 8 Juli 2013. Namun pemeriksaan fisik barang impor ini tak hanya melibatkan Bea Cukai. Diperlukan pula pihak-pihak pendukung seperti operator forklift untuk memindahkan barang dan juga importir pemilik barang pada saat pemeriksaan.
"Sekarang kami sudah melayani sampai jam 23.00. Pertanyaannya importirnya siap apa tidak? Tadi saja jam 19.00 lampu di (Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu) Graha Segara sudah tidak dinyalakan," kata Agung usai mendampingi Menteri Keuangan Chatib Basri menginspeksi Pelabuhan Tanjung Priok.
Pihak Bea Cukai Tanjung Priok menjelaskan ada tiga permasalahan yang menghambat arus barang keluar dan masuk Tanjung Priok. Pertama adalah banyak petikemas yang terlalu lama menginap di pelabuhan. Kondisi ini bisa disebabkan baik oleh lamanya izin larangan/pembatasan (Lartas) terbit dari instansi terkait lainnya.
"Misalnya kemarin barang milik Unilever, berdasarkan diskusi dengan Unilever, lamanya (pengeluaran barang) karena mengurus izin lartas. Kemungkinan izin dari BPOM karena (yang diimpor) barang kimia. Jadi makan waktu 11-12 hari sendiri," kata Kepala Kantor Pelayanan Umum Bea Cukai Tanjung Priok B. Wijayanta.
Tanpa izin lartas dari instansi terkait, Wijayanta mengatakan pihak Bea Cukai tak bisa menerbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Selain itu, ada dugaan sebagian importir sengaja menyimpan barang di pelabuhan karena biaya penyimpanan yang rendah.
Penyebab ke dua adalah pemeriksaan bea cukai yang masih lama untuk barang impor yang masuk jalur merah. Wijayanta mengakui pada 2013, wakt proses pemeriksaan bea cukai (custom clearence) bertambah menjadi 1,13 hari dari tahun lalu 0,97 hari.
"Sebagai terobosan kami siap melakukan pemeriksaan sampai jam 23.00. Ada atau tidak (yang memeriksakan), kami stand by. Kami juga menambah SDM, dari pusat ada tambahan 50 pemeriksa sehingga total sekitar 180 pemeriksa," kata Wijayanta.
Terakhir, belum optimalnya pemanfaatan layanan 24 jam setiap hari dalam pengurusan ekspor dan impor. Agung berharap dengan kesiapan yang ditunjukkan Bea Cukai, pihak-pihak terkait yang berkepentingan seperti importir dan pengelola TPS dan TPF mau memanfaatkan layanan ini.