TEMPO.CO, Jakarta - Minimnya sentimen positif di pasar uang serta rilis data mengejutkan dari Cina membuat rupiah sulit beranjak dari kisaran 9.710 per dolar.
Pada transaksi pasar uang hari ini, rupiah hanya naik 1 poin (0,01) persen ke level 9.712 per dolar Amerika Serikat (AS).
Pengamat pasar uang dari PT Harvest International Futures, Ibrahim, mengatakan sentimen negatif dari eksternal menjadi penghambat penguatan rupiah. "Berita negatif yang bertubi-tubi sejak akhir pekan lalu membuat pergerakan rupiah cenderung melemah di kisaran 9.710 per dolar."
Dirilisnya data pertumbuhan ekonomi Cina kuartal pertama 2013, yang turun ke 7,7 persen dibanding sebelumnya di 7,9 persen, menjadi katalis negatif di pasar global. Melemahnya data Cina mengindikasikan lesunya perekonomian global sehingga investor lebih memilih untuk memburu aset safe haven seperti dolar.
Menurut Ibrahim, para analis sebelumnya memperkirakan ekonomi Cina tumbuh 0,1 persen di kuartal pertama. Namun, perkiraan itu meleset akibat krisis Eropa serta ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea.
"Perlambatan ekonomi Cina membuat negara-negara mitra ekonomi perlu merevisi ulang kinerja perdagangannya, termasuk Indonesia."
Selain itu, ketidakpastian krisis Eropa kembali mengemuka setelah Siprus menjual cadangan emasnya. Hal ini dilakukan setelah jumlah bantuan dana talangan yang dibutuhkan negara itu ternyata melonjak di atas ekspektasi.
Dengan kondisi tersebut, pekan ini rupiah masih akan berada di rentang terbatas antara 9.690 hingga 9.740 per dolar.
BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen
3 hari lalu
BI Laporkan Harga Properti Residensial Triwulan I Naik 1,89 Persen
Survei BI mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer triwulan I 2024 tetap naik, tecermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial triwulan I 2024 sebesar 1,89 persen