TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan ongkos produksi produk kehutanan, termasuk kayu, semakin tinggi. "Biayanya semakin tinggi karena kepekaan terhadap lingkungan juga meningkat," katanya dalam konferensi pers "EU-Indonesia Trade Support Programe (TSP) II: Integrating Indonesia Into the Global Market", Selasa, 9 April 2013.
Gita menyebutkan negara-negara Uni Eropa sebagai contoh. Di negara-negara tersebut, kata dia, masyarakat lebih peka terhadap lingkungan. Kepekaan itu tercermin dalam harga yang ditawarkan. "Jangan hanya dilihat di suplai saja. Ini sebenarnya juga tidak masuk akal di demand side," ucapnya.
Gita menambahkan, pemerintah akan memastikan yang dilakukan para pengusaha serta eksportir kayu sudah sesuai dengan dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). SVLK tidak hanya baik untuk negara-negara yang mengimpor kayu dari Indonesia, namun juga bagi pengusaha serta eksportir kayu asal negeri ini.
Meski demikian, Gita mengungkapkan, ekspor kayu Indonesia ke negara-negara Uni Eropa mengalami penurunan dalam sepuluh tahun terakhir. "Turun dari 18 persen ke 14 persen, dari total ekspor ke seluruh dunia," ujarnya.
Ia menjelaskan, bukan berarti Indonesia tidak tertarik dengan pasar Eropa dan sebaliknya. Gita mengatakan adanya diversifikasi, yaitu ada negara-negara di luar Eropa yang lebih berminat. “Indonesia sudah memenuhi permintaan negara-negara itu.”
Ini Strategi Promosikan Produk Kayu Berkelanjutan di Indonesia
15 November 2020
Ini Strategi Promosikan Produk Kayu Berkelanjutan di Indonesia
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kasan mengatakan Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk terus memberikan perhatian terhadap industri kayu ringan.