Dewan Gula Tengah Godok Instrumen Lanjutan Impor Gula
Reporter
Editor
Senin, 12 Juli 2004 20:42 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Dewan Gula Indonesia tengah menyiapkan instrumen untuk melengkapi izin importir gula kristal putih. "Akan ada semacam peraturan tambahan supaya Importir Terdaftar tidak bekerjasama dengan pihak yang tidak memiliki uang," kata Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Arum Sabil kepada Tempo News Room, di Jakarta, Senin (12/7).Menurut Arum, SK Menperindag Nomor 643 yang memberi izin kepada lima Importir Terdaftar, memang tidak pernah mengatur proses kerjasama importir dengan pihak lain. "Jadi tidak bisa disebut salah atau tidak proses kerjasama itu. Karena tidak pernah diatur," katanya.Diharapkan dengan pengaturan lebih lanjut itu, jelas Arum, institusi yang tidak memiliki dana untuk mengimpor atau membantu dana talangan petani tebu tidak bekerjasama dengan importir. "Jadi, institusi seperti Inkud (Induk Koperasi Unit Desa) tidak bisa bekerjasama lagi. Wong dia tidak punya duit dan tidak punya pengalaman," katanya perihal Inkud yang menurutnya tidak memiliki jaringan sama sekali untuk memasarkan gula tersebut.Pengaturan soal izin impor ini, menurut Arum, lebih ke arah kriteria yang jelas soal siapa yang boleh diajak kerjasama oleh Importir Terdaftar. Ada lima importir, yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT. Rajawali Nusantara Indonesia dan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Mereka, seperti yang terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi V DPR beberapa waktu lalu, biasanya menggandeng investor untuk membiayai realisasi izin impor yang diperoleh dari pemerintah melalui Surat Dirjen Perdagangan Luar Negeri Deperindag.Inkud sendiri, jelas Arum, selain bekerjasama dengan PTPN X --yang akhirnya menjadi kasus gula tak bertuan sekitar 56 ribu ton yang terakhir berkembang menjadi lebih dari 70 ribu ton--, juga bekerjasama dengan PTPN IX. "Tapi PTPN IX mengawasi kerjasama secara ketat, jadi tidak terjadi kemungkinan penyelundupan seperti kasus dengan PTPN X ini," katanya soal kerjasama Inkud dengan PTPN IX. Inipun sebenarnya menurut Arum aneh, karena lagi-lagi Inkud tidak punya dana sendiri. "Jadi yang mendanai kerjasama dengan PTPN IX akhirnya Konsorsium lagi," jelasnya.Belum adanya pengaturan ini, juga memungkinkan Importir Terdaftar menjadi investor bagi Importir lain. "Seperti PPI yang membiayai 10 persen dalam realisasi impor PTPN XI," kata Arum. Padahal sejatinya, menurut pengaturan Deperindag, PPI menjadi buffer stock bagi daerah di luar Pulau Jawa.Meski belum bisa menyebutkan kriteria lainnya, Arum menyatakan hal terpenting dalam kerjasama ini, pihak yang digandeng harus memiliki modal. "Apalagi Importir diberi kewajiban oleh pemerintah untuk menangung dana talangan petani RP 3.410 per kilogramnya," katanya. Semakin panjang jalur kerjasama, terutama bagi PTPN yang tidak memiliki dana sendiri, pada akhirnya menurut Arum, akan merugikan PTPN. "Keuntungan yang diperoleh semakin sedikit," katanya.Anastasya Andriarti - Tempo News Room