TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk membentuk holding farmasi terancam tertunda lagi. Penyebabnya, hingga saat ini kajian pembentukan holding urung selesai.
"Targetnya kajiannya sebenarnya November. Tapi ada yang belum pas. lebih baik mundur daripada tergesa-gesa dan kita tidak puas, buat apa?" kata Deputi Manufakturing dan Strategis Kementerian BUMN, Dwijanti Tjahjaningsih, di kantornya, Kamis, 6 Desember 2012.
Mengenai persoalan sesuatu yang kurang pas, menurut Dwiyanti, terkait dengan bussiness plan. "Kita butuhkan kajian agar rencana bisnisnya lebih bagus lagi dari kemarin. Waktu itu, mereka belum memenuhi apa yang kita minta," katanya.
Namun sayang ia enggan menjelaskan lebih jauh mengenai permintaan apa yang dimaksud. "Desember diharapkan kajiannya selesai," katanya.
Adapun kajian ini, menurut dia, dibuat oleh konsultan. "Konsultan ini ditunjuk bersama Kementerian BUMN, Indofarma, dan Kimia Farma," katanya.
Seperti diketahui, Kementerian BUMN tengah menyiapkan penggabungan perusahaan farmasi milik negara ke dalam satu induk alias holding. Dengan penyatuan diharapkan pelayanan obat-obatan kepada masyarakat menjadi lebih baik.
Holding BUMN farmasi itu terdiri dari PT Bio Farma, PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Indofarma Tbk (INAF). Rencananya holding Farmasi ini sudah selesai di tahap kementerian pada Juni lalu.
Selain holding farmasi, pemerintah juga menargetkan holding perkebunan. Proses di Kementerian telah selesai. "Tinggal tunggu peraturan presiden (PP)."
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.