TEMPO.CO, Jakarta - PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencatat tumpukan utang sebanyak US$ 3,8 miliar atau Rp 36,4 triliun yang harus dilunasi hingga 2017. Untuk melunasi utang-utangnya, BUMI berencana menagih piutang mereka serta menarik investasi yang mereka miliki.
Sekretaris Korporat Bumi Resources Dileep Srivastava memaparkan, perseroan memiliki tagihan piutang sebesar US$ 260 juta pada PT Bukit Mutiara. Jatuh tempo penagihan piutang itu semestinya pada semester pertama 2013.
"Tapi kami minta ini untuk dipercepat," ucap Dileep dalam jumpa wartawan di Investor Summit , Rabu, 28 November 2012.
Bumi juga berencana menarik investasinya yang berada di Recapital Asset senilai US$ 350 juta untuk segera dicairkan. Penarikan piutang dan investasi lebih cepat ini, kata Dileep, dilakukan sesuai kebutuhan perseroan.
Berdasarkan data, utang jatuh tempo perseroan pada tahun ini tercatat sebesar US$ 17 juta atau setara Rp 163,44 miliar. Dan tahun depan, sebanyak US$ 254,5 juta atau setara Rp 2,45 triliun.
Menurut Dileep, pelunasan utang jatuh tempo senilai US$ 17 juta tidak ada masalah. Begitu pula utang yang jatuh tempo pada tahun depan senilai US$ 274,5 juta. “Sebab, perseroan masih bisa mengandalkan kas dan refinancing serta penarikan investasi dan piutang mereka.”
Untuk utang jatuh tempo di 2014, jumlahnya cukup signifikan yaitu US$ 1,23 miliar atau setara Rp 11,83 triliun. Termasuk dalam hal ini adalah utang kepada China Investment Corporation (CIC) yang bernilai US$ 638 juta.
Dileep optimistis utang kepada CIC tersebut juga bisa dilunasi. "Bahkan jika memungkinkan kami ingin lunasi sebelum 2014," katanya.
Karena itu, menurut dia, dalam dua tahun mendatang, perseroan akan fokus untuk pelunasan utang-utang. “Sesuai dengan target penurunan utang menjadi hanya satu kali dari EBITDA dari posisi saat ini yang 2,8 kali dari EBITDA.”
Perseroan juga masih memiliki sisa utang yang harus dilunasi hingga 2017. Perinciannya adalah utang jatuh tempo 2015 senilai US$ 1,06 miliar atau setara Rp 10,19 triliun, utang jatuh tempo pada 2016 senilai US$ 530 juta atau setara Rp5,1 triliun, dan pada 2017 senilai US$ 700 juta atau setara Rp 6,73 triliun.
GUSTIDHA BUDIARTIE
Berita lain:
Rusuh, Program Sehari Tanpa BBM Subsidi Batal
Pengganti BP Migas Berlogo Baru, Berapa Biayanya?
Rupiah Tembus di Bawah 9.600
McLaren Buka Showroom di Indonesia
Pasokan Premium Habis, Pegawai SPBU Gelar Rujakan
Tiga Proyek Prioritas Akan Integrasikan Transportasi ASEAN
Berita terkait
BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
7 hari lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca SelengkapnyaHari Ini IHSG Diperkirakan Menguat, Saham Apa Saja yang Potensial Dilirik?
12 hari lalu
Analis PT Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada memperkirakan IHSG pada awal pekan ini menguat bila dibandingkan pekan lalu. Apa syaratnya?
Baca SelengkapnyaSenin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus
44 hari lalu
BEI akan menerapkan mekanisme perdagangan lelang berkala secara penuh atau full call auction di Papan Pemantauan Khusus pada Senin pekan depan.
Baca SelengkapnyaPekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Baca SelengkapnyaMicrosoft Salip Apple di Pasar Saham dengan Keunggulan AI
30 Januari 2024
Para investor sepakat bahwa Microsoft berkembang jauh lebih signifikan dibanding Apple, bahkan untuk lima tahun ke depan.
Baca SelengkapnyaIsrael Selidiki Investor Untung Jutaan Dollar karena Sudah Antisipasi Serangan Hamas 7 Oktober
5 Desember 2023
Israel sedang menyelidiki klaim peneliti AS bahwa beberapa investor mungkin telah mengetahui sebelumnya tentang rencana serangan Hamas
Baca SelengkapnyaPotensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.
Baca SelengkapnyaBEI Ungkap Penyebab Sepinya Bursa Karbon Dibandingkan dengan Bursa Saham
30 November 2023
Dari sisi transaksi bursa karbon tercatat sudah ada lebih dari 490 ribu ton dengan nilai harga jual karbon terakhir senilai Rp 59.200.
Baca Selengkapnya2024, BEI Bidik Nilai Transaksi Harian Rp 12,25 Triliun
26 Oktober 2023
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membidik rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pada tahun 2024 sebesar Rp 12,25 triliun pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaTransaksi Harian Jeblok 29 Persen, BEI: Ada Shifting Investasi dengan New Normal
7 Oktober 2023
Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan alasan nilai transaksi harian di pasar modal Indonesia yang jeblok dibandingkan tahun lalu.
Baca Selengkapnya