Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Menangkan Mantan Karyawan Exxon Mobil
Reporter
Editor
Jumat, 19 Desember 2003 13:51 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan gugatan para mantan karyawan yang menggugat Exxon Mobil (Mobil Oil), Senin, (9/7). Pengadilan memerintahkan agar Exxon Mobil membayar sisa pesangon kepada para mantan perusahaan tersebut sebesar Rp 26 miliar.
Exxon Mobil digugat 224 mantan karyawannya akibat pemutusan hubungan kerja massa pada 1996 lantaran terjadinya penurunan produksi gas alam di Arun, Aceh. Perusahaan tidak memberi seluruh pesangon yang seharusnya diterima oleh para mantan karyawan. Ke-224 karyawan itu diminta menyetujui Mutually Agreement Separation Package (MASP) pada 5 Juli 1996. Perjanjian tersebut berisi pemberian uang pesangon kepada 224 eks-karyawan tanpa rincian yang jelas. Selain perusahaan asing itu, mantan karyawan juga menggugat , Pengurus Dana Pensiun Karyawan dan Kepala Badan Pembinaan Perusahaan Kontraktor Asing (KA BPPKA) yang mewakili PT Pertamina.
"Dasar gugatan kami adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Exxon Mobil. Mereka menggelapkan pembayaran pesangon bekas karyawan, dengan memanfaatkan kekurang pahaman karyawan atas sistem pembayaran tersebut," kata Bambang sambil menenteng sebuah megaphone di pundaknya.
Kuasa hukum Exxon Mobil, dari kantor hukum Amir Syamsudin, yang hanya diwakili seorang stafnya, menyatakan menerima putusan majelis. Usai sidang para pengunjung sidang saling berjabat tangan dan berpelukan menyambut putusan Subardi. Beberapa pengunjung sidang bahkan terlihat menangis terharu. (SS. Kurniawan)
Berita terkait
5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya
4 menit lalu
5 Negara Ini Sedang Alami Cuaca Panas Ekstrem, Waspada Saat Mengunjunginya
Sejumlah negara sedang mengalami cuaca panas ekstrem. Mana saja yang sebaiknya tak dikunjungi?
Blinken Sebut AS Tak Dukung Serangan Israel ke Rafah
21 menit lalu
Blinken Sebut AS Tak Dukung Serangan Israel ke Rafah
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia belum melihat rencana efektif dari pihak Israel untuk melindungi warga sipil sebelum operasi militer di Rafah.