Ekonom: Bunga Kredit Tinggi Bukti Kegagalan Pemerintah

Reporter

Editor

Senin, 23 November 2009 20:09 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menanggapi permintaan Menteri Perindustrian M.S Hidayat agar perbankan menurunkan bunga kredit usaha rakyat yang terlalu tinggi, ekonom Ahmad Erani dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), berpendapat justru kebijakan pemerintah yang menyebabkan tingginya bunga kredit.

Dia menjelaskan, bunga kredit yang tinggi menunjukkan kegagalan pemerintah menguasai dinamika di lapangan. Bunga kredit yang ditetapkan rendah oleh pemerintah berubah tinggi ketika disalurkan oleh unit penyalur seperti koperasi. Akibatnya petani harus membayar bunga kredit yang cukup tinggi.

"Kebijakan itu tak sesuai baik untuk pemerintah dan masyarakat. Perlu penataan kelembagaan," ujarnya saat dihubungi Tempo, Senin (23/11). Sementara Bank Indonesia dan perbankan, termasuk perusahaan negara telah melaksanakan fungsinya dengan benar. "Aturan sudah benar. Pada kebijakan pemerintah sudah perform," kata dia.

Salah satu jalan keluar menekan bunga kredit yaitu pemerintah menetapkan petunjuk pelaksanaan dan teknis dengan memberikan plafon kepada unit penyalur KUR agar tak menaikkan suku bunga. Plafon itu, Erani melanjutkan, bisa diambil dari pendanaan KUR.

Idealnya, bunga KUR yang diterima petani hanya 6-10 persen. Menurut dia, jumlah itu mampu membayar beban perbankan dibandingkan dengan besaran bunga komersial yang mencapai 24-30 persen per tahunnya.

Mengenai ancaman kredit macet di sektor ini, Erani menuturkan, hal itu disebabkan jenis kebijakan yang salah di masa lalu seperti tak melalui prosedur ketat, karakteristik penerima, dan kesalahpahaman pada pola pengembalian. "Kredit dianggap semacam hibah," jelasnya. Dari studi yang ia lakukan, jumlah kredit macet (non performing loan) KUR justru lebih rendah dibandingkan dengan kredit macet korporasi.

Erani berpendapat, bank swasta bisa saja masuk ke dalam penyaluran KUR selama berkomitmen dengan regulasi pemerintah. Persaingan bank swasta dengan unit penyalur seperti koperasi tak akan terjadi karena bank memiliki keterbatasan dalam menyalurkan kredit hingga daerah terpencil.

Pemerintah, menurut dia, bisa membuat regulasi agar bank penyalur KUR bekerja sama dengan unit penyalur untuk memberdayakan kemampuan koperasi dan lembaga keuangan lainnya.

RIEKA RAHADIANA

Berita terkait

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

1 hari lalu

Lagi-lagi Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini di Level Rp 16.259 per Dolar AS

Kurs rupiah dalam perdagangan hari ini ditutup melemah 4 poin ke level Rp 16.259 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

1 hari lalu

BNI Sampaikan Langkah Hadapi Geopolitik Global dan Kenaikan Suku Bunga

PT Bank Negara Indonesia atau BNI bersiap menghadapi perkembangan geopolitik global, nilai tukar, tekanan inflasi, serta suku bunga.

Baca Selengkapnya

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

2 hari lalu

BNI Telah Salurkan Kredit hingga Rp 695,16 Triliun per Kuartal I 2024

Tiga bulan pertama 2024, kredit BNI utamanya terdistribusi ke segmen kredit korporasi swasta.

Baca Selengkapnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

2 hari lalu

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, BCA Belum akan Ikuti

BCA belum akan menaikkan suku bunga, pasca BI menaikkan suku bunga acuan ke angka 6,25 persen.

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

5 hari lalu

Sri Mulyani Beberkan Efek Konflik Timur Tengah ke Indonesia, Mulai dari Lonjakan Harga Minyak hingga Inflasi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tensi geopolitik di Timur Tengah cenderung meningkat dan menjadi fokus perhatian para pemimpin dunia. Ia menegaskan kondisi ini mempengaruhi beberapa dampak ekonomi secara signifikan.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

5 hari lalu

Ekonom Ideas Ingatkan 3 Tantangan RAPBN 2025

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menyebut RAPBN 2025 akan sejumlah tantangan berat.

Baca Selengkapnya

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

5 hari lalu

Setelah Kemarin Melemah, Kurs Rupiah Hari Ini Diprediksi Menguat

Analis Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah hari ini fluktuatif dan akan ditutup menguat pada rentang Rp 16.150 sampai Rp 16.220 per dolar AS.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

6 hari lalu

Pengamat Sebut Kenaikan BI Rate hanya Jangka Pendek, Faktor Eksternal Lebih Dominan

BI menaikkan BI Rate menjadi 6,25 persen berdasarkan hasil rapat dewan Gubernur BI yang diumumkan pada Rabu, 24 April 2024.

Baca Selengkapnya

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

6 hari lalu

IHSG Ditutup Melemah Ikuti Mayoritas Bursa Kawasan Asia

IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore, ditutup turun mengikuti pelemahan mayoritas bursa saham kawasan Asia.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

7 hari lalu

Terpopuler: Kontroversi 1 Juta Hektare Padi Cina di Kalimantan, Deretan Alasan BI Naikkan Suku Bunga

Berita terpopuler bisnis pada 24 April 2024, dimulai rencana Cina memberikan teknologi padi untuk sejuta hektare lahan sawah di Kalimantan.

Baca Selengkapnya