Gagal Bayar Utang ke Mandiri, Dewata Divonis Pailit
Rabu, 11 November 2009 14:41 WIB
Utang itu berasal dari pinjaman Dewata Royal ke Bank Exim saat membangun Hotel Aston yang berlokasi di Tanjung Benoa, Nusa Dua, Bali pada 1996. Pinjaman pokok sebesar US$14,4 juta ditambah bunga US$7,5 juta dan denda US$ 250 ribu.
Dalam persidangan, Arifin melanjutkan, Dewata mengaku sudah membayar lebih dari utang pokok, yaitu Rp 70 miliar. Berdasarkan kurs 1996, utang pokok Dewata setara Rp 33 miliar.
Arifin mengaku tidak mengetahui jumlah utang yang sudah dibayar Dewata. Namun dia memastikan, "hingga kini pinjaman pokok belum tersentuh pembayaran," katanya.
Perbedaan perhitungan itu akibat Dewata berkeras membayar dengan rupiah. Sementara Mandiri ingin tetap dibayar dengan dolar Amerika Serikat. "Pinjam dalam dolar, tandatangan dalam dolar, penggunaan dalam dolar, tentu kembalikan dalam dolar," kata Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowadojo dua pekan lalu.
Arifin mengatakan, dalam beberapa kali persidangan, hakim mempersilahkan Dewata mengajukan surat permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun hingga sesi terakhir sebelum sidang putusan, 6 November lalu, satu dari lima debitor kakap Mandiri ini tidak kunjung mengajukan permohonan tersebut.
Alih-alih, mereka mengajukan permohonan pembacaan keputusan oleh hakim dengan alasan sedang ada pembicaraan penyelesaian utang dengan bank plat merah itu. Arifin yang hadir di sidang itu menghubungi kantor pusat Bank Mandiri di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. "Tidak ada pembicaraan apa pun dengan kami," katanya.
"Hakim menyatakan Dewata pailit dengan segala konsekuensi hukum," ujar Arifin, "juga dalam keadaan insolvency." Insolvensi adalah ketidakmampuan seseorang membayar utang tepat waktu atau keadaan yang menunjukkan jumlah kewajiban melebihi harta.
REZA MAULANA