TEMPO Interaktif, Jakarta: Kemampuan belanja petani di pedesaan pada Oktober lalu turun dibanding bulan sebelumnya. "Penyebabnya harga hasil produksi pertanian turun, sedangkan harga barang konsumsi naik," ujar Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan, dalam konferensi pers di kantornya, Senin (1/12).
Nilai tukar produk pertanian secara nasional, yang dihitung dari perbandingan indeks harga diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, turun 2,45 persen menjadi 99,20. Nilai tukar ini dihitung dengan acuan nilai tukar rata-rata 2007 sama dengan 100. Semakin tinggi nilai tukar petani, makin tinggi pula daya beli petani.
Nilai tukar petani di tiga subsektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan rakyat masing-masing turun 0,99 persen, 2,98 persen, dan 9,86 menjadi 97,64, 97,08, serta 102,12. "Penurunan nilai tukar petani perkebunan rakyat dipicu oleh anjloknya harga komoditas kelapa sawit, karet, dan kopi," kata Rusman.
Sedangkan nilai tukar petani di subsektor peternakan dan perikanan menunjukkan kenaikan tipis, yakni 0,25 persen dan 0,27 persen. Dari 32 provinsi, 25 provinsi mengalami penurunan nilai tukar, sedangkan 7 lainnya naik. Penurunan tertajam terjadi di Jambi, yang nilai tukar petaninya turun 11,57 persen. Adapun kenaikan terbesar dialami petani Maluku yang nilai tukarnya naik 2,16 persen.
Inflasi di daerah pedesaan pada Oktober tercatat 0,58 persen, lebih besar daripada inflasi nasional yang 0,45 persen bulan tersebut.
BUNGA MANGGIASIH