Tim Indonesia Bangkit: Angka Kemiskinan 2007 Direkayasa
Reporter
Editor
Senin, 2 Juli 2007 06:53 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Para Ekonom Tim Indonesia Bangkit mensinyalir perhitungan angka kemiskinan 2007 yang akan diumumkan pemerintah hari ini, Senin (2/7), mengandung unsur rekayasa. Kecenderungan Badan Pusat Statistik (BPS) menurunkan angka kemiskinan 2007 sebesar satu persen dari angka tahun sebelumnya dinilai tidak realistis dan hanya memenuhi pesanan Presiden."Seharusnya (angkanya) naik. Ini jelas pesanan untuk tebar pesona," kata Anggota Tim Indonesia Bangkit Ichsanudin Noorsy kepada wartawan di Hotel Sahid, Jakarta, Ahad kemarin. Dalam kalkulasi Tim Indonesia Bangkit, seharusnya angka kemiskinan 2007 lebih besar dibandingkan angka tahun lalu. Per Maret 2006, penduduk miskin diperkirakan sebanyak 39,05 juta orang atau 17,75 persen dari penduduk Indonesia. "Padahal, dari kajian kami angkanya bisa mencapai 50 juta," kata Ichsanudin. Para ekonom “oposan” ini mengungkapkan bahwa beberapa pekan sebelumnya BPS dipanggil oleh Presiden khusus untuk membicarakan angka kemiskinan ini. "Istana meminta angkanya diturunkan 1 persen karena khawatir," ujar dia. Tim Indonesia Bangkit mengaku mendapat bocoran angka kemiskinan 2007 yang akan dilansir BPS atau pemerintah nilainya berkisar di angka 36 juta orang. Mereka memperkirakan angka kemiskinan sebenarnya bisa membengkak, jika perhitungannya dikalikan dengan persepsi masyarakat miskin terhadap inflasi. "Persepsi masyarakat miskin terhadap inflasi itu dua kali, sedangkan angka kemiskinan dihitung nilai inflasi tahunan. Sehingga sebenarnya (angkanya) bisa jauh di atas 50 juta orang," ujar dia. Anggota Tim yang lain, Hendri Saparini, menilai tidak terkendalinya harga bahan kebutuhan pokok menyebabkan inflasi yang dihadapi oleh orang miskin relatif lebih besar. Beban ekonomi kelompok miskin semakin bertambah dengan kegagalan pemerintah menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng dan beras. "Padahal beras itu merupakan kebutuhan sangat pokok bagi orang miskin. Kalau ini naik terus, ya, paralel dengan kenaikan jumlah orang miskin," ujar dia. Pemerintah, kata Hendri, harus mulai mengubah arah kebijakan penyusunan anggaran yang tidak lagi lebih berat ke aspek moneter. Belanja modal harus secara serius ditingkatkan sehingga sektor infrastruktur dan manufaktur berjalan efektif. Penciptaan lapangan pekerjaaan berkelanjutan dengan sinergi usaha kecil menengah juga harus didorong dan perlu dilakukan secara cepat. "Kesempatan pekerjaan ini bisa menyelamatkan orang miskin dari kungkungan garis kemiskinan Rp 150 ribu per bulan," kata dia. Anton Aprianto