TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memberlakukan harga eceran tertinggi (HET) beras pada 18 September mendatang. Hal ini disambut baik oleh Ketua DPD Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras DKI Jakarta, Nellys Soekidi.
Dia menilai, kebijakan ini perlu dilihat sebagai semangat pemerintah untuk menata manajemen perberasan sehingga adil bagi petani, pedagang, dan konsumen.
"Bicara beras tidak bisa sepotong-potong, harus dari hulu ke hilir. Kalau harga terlalu tinggi, kasihan konsumen. Sedangkan kalau harga terlalu rendah, kasihan petani. Semua harus ada batasannya. Kalau tidak ada HET, bisa dibayangkan berapa harga beras pasaran. Tidak akan ada batasan di langit," kata Nellys, melalui siaran pers Kementerian Pertanian (Kementan), di Jakarta, Kamis, 14 September 2017.
Baca: Penentuan HET Beras, YLKI: Sulit Diimplementasikan
Berdasarkan data, dia mengungkapkan pasokan beras ke Pasar Induk Cipinang masih dalam kondisi normal dengan kisaran sekitar 40 ribu ton per hari. Pasokan beras medium ke pasar induk diakuinya memang menurun sekitar 15-20 persen. Tapi hal ini masih dinilai wajar.
Pergerakan harga beras medium di pasar induk juga dinilai masih dalam kisaran normal. Hingga saat ini harga beras medium berada di kisaran Rp 8 ribu-9 ribu.
"Sejauh ini masih dalam range stabil. Pedagang beras itu kalau naik Rp 200-300 rupiah, masih masuk kategori normal. Tapi kalau ada kenaikan Rp 400-500 secara terus-menerus baru bisa disebut ada kenaikan," tandasnya.
Nellys mengatakan, tren harga beras akan berubah jelang masa panen raya. Harga beras diprediksi akan turun.
Baca: Kementerian Perdagangan Akan Evaluasi Kebijakan HET Beras
Harga di tingkat eceran juga seharusnya tidak berbeda jauh dengan harga di tingkat grosir. "Jika saya di grosir jual 10 ribu rupiah saja, maka harga eceran di Jakarta berarti ditambah 200 rupiah jadi 10.200 rupiah. Kalau antar pulau, Kalimantan misalnya, berarti tambah 500 rupiah," ucap Nellys.
Kementerian Perdagangan menetapkan HET beras berdasarkan zonasi. Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB dan Sulawesi dianggap sebagai wilayah produsen beras, sehingga di wilayah-wilayah tersebut harga beras medium yang ditetapkan Rp 9.450 per kilogram (kg) dan premium Rp 12.800 per kg. Sementara untuk wilayah lainnya yang membutuhkan ongkos transportasi lebih, harga tersebut ditambah Rp 500.
ANTARA