TEMPO.CO, Jakarta - PT Freeport Indonesia memilih berstatus lampiran izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Dengan demikian, perusahaan tambang itu tidak akan kembali lagi ke kontrak karya (KK).
Hal itu dikemukakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjelaskan detail mengenai jenis pajak dan lain-lain akan dimasukkan ke lampiran IUPK Freeport Indonesia. Artinya, Freeport Indonesia akan berstatus IUPK. Sebelumnya, Freeport bisa memilih kembali ke KK dengan segala keistimewaannya jika tidak sepakat dengan empat poin perundingan.
Empat hal utama yang dirundingkan pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia itu adalah kelanjutan operasi setelah kontrak karya berakhir, kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral alias smelter. Selain itu, kewajiban melepas saham kepada pihak nasional atau divestasi serta ketentuan fiskal.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, memastikan pendapatan negara dari sektor pertambangan, khususnya dari pengoperasian PT Freeport Indonesia, akan naik setelah adanya perundingan. Hal ini didasari ketentuan umum ihwal penerimaan negara dari sektor pertambangan yang telah diatur dalam peraturan pemerintah.
Baca: Divestasi Freeport, BPJS Ketenagakerjaan Ditawari Investasi
Konferensi pers tentang perundingan pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia dimulai di kantor pusat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hari ini, Selasa, 29 Agustus 2017, pukul 10.00. Adapun konferensi pers tersebut dihadiri CEO Freeport McMoran, Richard C. Adkerson, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Energi Ignasius Jonan, dan Staf Khusus Menteri Energi Bidang Komunikasi Hadi Djuraid.