TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agus Fajri Zam, mengatakan praktik penjualan data nasabah umumnya melibatkan mantan pegawai jasa keuangan seperti perbankan dan asuransi. OJK menginvestigasi investigasi praktik ini dua tahun terakhir. "Memang ada bukti keterlibatan mereka dalam jual-beli data, terutama mereka yang memiliki akses ke database," kata Agus kepada Tempo, Kamis 24 Agustus 2017.
Menurut Agus, data pribadi nasabah berupa nama, alamat, nomor telepon, serta nomor rekening bersifat terbatas dan hanya boleh digunakan atas izin pemilik. Namun perbankan kerap menambahkan permohonan izin penggunaan informasi tersebut untuk kepentingan pemasaran. Klausul ini biasanya tercantum dalam syarat dan ketentuan pembukaan rekening baru. "Bisa terselip di dalam catatan terms and conditions formulir aplikasi, atau ada lembar terpisah yang ditandatangani. Masyarakat harus kritis dan tidak mudah mengiyakan," kata dia.
Agus mengungkapkan, agen telemarketing juga kerap memperoleh data nasabah dari agen penjualan kartu perdana atau toko yang melayani penjualan pulsa. Dari situlah agen perbankan, asuransi, atau kartu kredit akan mengirim promosi secara acak melalui pesan pendek (SMS) dan sambungan telepon.
Direktur Market Conduct OJK, Bernard Wijaya, mengatakan timnya mengadakan investigasi terhadap penjualan data nasabah yang dilakukan secara online maupun offline. Penjual biasanya menawarkan informasi tersebut seharga Rp 350 ribu-2 juta per paket. "Dijual perorangan, tapi mereka punya jaringan dari hasil promosi di mal, data kartu voucher, dan sebagainya.”
Simak Pula: Perpu Intip Data Pajak Nasabah Siap Disahkan Jadi UU
OJK pernah menemukan praktik seperti itu di pusat belanja Mangga Dua, Jakarta Utara. "Selanjutnya kami serahkan ke bagian penyidikan,” ujar Bernard.
Bareskrim Polri menangkap pelaku penjualan data nasabah melalui Internet, Rabu lalu. Pelaku, C, 27 tahun, menjual paket data nasabah sejak 2010. "Tersangka mengiklankan penjualan data nasabah yang dimiliki melalui situs sejak 2014," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya, dalam siaran pers kemarin.
C menjual paket data 1.000 nasabah seharga Rp 350 ribu, sementara paket 100 ribu nasabah dihargai Rp 1,1 juta. Tawaran ini dipasang di situs Internet. Pembeli yang tertarik dapat mengirim uang dan mendapat tautan database nasabah yang tersimpan dalam cloud storage.
Polisi menyita barang bukti antara lain empat unit telepon seluler, data transfer bank, satu buku tabungan, dan satu kartu debit. Agung mengatakan tersangka melanggar pasal berlapis, yaitu Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. "Dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun.”
PUTRI ADITYOWATI