TEMPO.CO, Jakarta – Buruh PT Nyonya Meneer minta pembayaran haknya sebagai kreditur preferen didahulukan atau diistimewakan daripada tagihan-tagihan kreditur lain. Permintaan buruh Nyonya Meneer itu terkait dengan kepailitan perusahaan yang sudah masuk tahap inventarisasi aset oleh kurator.
“Kami minta hak buruh yang belum terbayarkan diutamakan,” kata advokat buruh PT Nyonya Meneer, Paulus Siraid, Minggu, 13 Agustus 2017.
Baca: Nyonya Meneer Bangkrut Diduga Dipicu Masalah Warisan
Ia menyebutkan buruh sebagai kreditur PT Nyonya Meneer yang pailit wajib hukumnya didahulukan pembayaran piutang dari hasil lelang aset yang telah disita. Paulus mengacu undang-undang ketenagakerjaan dan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatur buruh sebagai kreditur yang didahulukan dari yang lain.
“Khusus upah yang belum didahulukan dari semuanya para pekerja itu kreditur preferen,” kata Paulus menjelaskan.
Baca Juga:
Baca: Nyonya Meneer Bangkrut, Ini Penyebabnya Selain Gagal Bayar Utang
Menurut dia, pada periode 2016-2017 ini upah dan THR pekerja PT Nyonya Meneer yang ia dampingi tak dibayarkan. Mereka rata-rata bekerja di atas 25 tahun itu juga belum menerima jaminan hari tua karena belum dibayarkan di kantor BPJS ketenagakerjaan dari November 2011 hingga 2017.
“Jumlah karyawan yang memandatkan ke saya 816, mungkin lebih banyak lagi karena karyawan aktif mencapai 1.064 orang,” kata Paulus menegaskan.
Baca: Ini Hambatan yang Dihadapi Kurator Kepailitan Nyonya Meneer
Penasihat hukum PT Nyonya Meneer, Azwar, menyatakan sedangkan mengajukan perdamaian dengan kreditur. “Kami yakinkan untuk masalah permohonan rencana perdamaian. Itu normatif saja,” kata Azwar.
Ia menjelaskan, kasus yang dialami oleh kliennya masih dalam proses kasasi. Dengan begitu ia minta hakim pengawas memberitahukan kepada kurator agar proses sidang dihentikan agar tak menimbulkan masalah. “Perdamaian dengan debitur yang haknya diatur dalam undang-undang,” katanya.
EDI FAISOL