TEMPO.CO, Jakarta - Renegosiasi skema fiskal antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia belum mencapai titik temu. Kementerian Keuangan tetap menghendaki skema fiskal dinamis mengikuti undang-undang yang berlaku, atau prevailing.
Sebaliknya, Freeport menuntut kepastian hukum dengan sistem pajak tetap hingga kontrak berakhir (nail down). "Belum ada keputusan. Masih dalam proses perundingan," kata Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Goro Ekanto, kepada Tempo, kutip dari Koran Tempo, Selasa 8 Agustus 2017.
Baca Juga:
Skema fiskal adalah satu di antara empat poin renegosiasi kontrak yang tengah dirundingkan pemerintah dengan Freeport sejak Mei lalu. Saat kontrak karya Freeport selesai pada 2021, perusahaan ini wajib beralih status menjadi pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Simak: Freeport Indonesia Tetap Diwajibkan Lepas 51 Persen Saham
Dengan status tersebut, Freeport wajib membayar pajak dan royalti secara dinamis (prevailing) sesuai dengan peraturan dan kondisi yang berlaku saat itu. Freeport juga harus membayar bea keluar ekspor sesuai dengan kemajuan pembangunan smelter, yakni 0–7,5 persen.
Sumber Tempo di pemerintah mengatakan, jika skema prevailing dipaksakan, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut bisa berhenti membayar pajak. Situasi ini bisa terjadi manakala aturan pajak berubah. "Karena itu, harus dicari titik kesepakatan agar tak terjadi kondisi seperti ini.” kata dia.
Tapi, saat berkunjung ke kantor Tempo, pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa formula fiskal yang berlaku harus bisa mendongkrak penerimaan negara, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. "Prevailing itu sudahlah. Lebih besar, juga memenuhi undang-undang," tutur Sri Mulyani.
Juru bicara Freeport, Riza Pratama, mengatakan mereka menginginkan skema fiskal seperti dalam kontrak karya. Nilai pajak, kata dia, harus ditetapkan sejak awal sebagai jaminan stabilitas investasi jangka panjang. "Kami tidak apa bayar tinggi, tapi nilainya tetap," ujar Riza.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Teguh Pamudji, mengatakan kepastian investasi yang diminta Freeport sebenarnya bisa tertuang dalam peraturan pemerintah. Usul ini dibahas dalam rapat Kementerian Energi, yang berlangsung kemarin. Adapun kebijakan turunan lainnya, kata Teguh, akan dibuat dalam regulasi setingkat peraturan menteri. “Kami sudah menerima konsep dari Kementerian Keuangan.”
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menyarankan agar pemerintah menyiapkan prasyarat khusus dalam skema pajak tetap (nail down) ke Freeport. "Bisa nail down, tapi ada pasal yang memberi hak pemerintah melakukan negosiasi jika ada kondisi yang berpotensi merugikan negara.”
PUTRI ADITYOWATI | ROBBY IRFANI | AYU PRIMASANDI | DESTRIANITA