TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu atau SKPT Natuna dapat menyerap 24 ribu ton ikan per tahunnya. Berarti, dalam sehari, SKPT yang terletak di Selat Lampa tersebut bisa menyerap 60-80 ton ikan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja mengatakan target itu belum bisa terwujud tahun ini karena SKPT Natuna baru dibuka pada 1 Juni 2017. Saat ini, ikan yang didatangkan para nelayan ke SKPT Natuna per harinya baru sekitar satu ton.
"Selama dua bulan ini, ada 150 kapal yang ke sini. Di awal, ada 14 ton ikan yang masuk dan sudah keluar lagi (dikirim ke luar Natuna). Saat ini, ada 20 ton ikan yang masuk dan masih disimpan di cold storage," kata Sjarief di SKPT Natuna, Batam, Minggu, 6 Agustus 2017.
Manajer Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Unit Natuna Yogi Adri mengatakan pada awal dibukanya SKPT Natuna, hanya ada 50 kapal ikan yang menjual hasil tangkapannya. "Lalu berkembang menjadi 150 kapal. Kami jemput bola ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau," ucapnya.
Sebagian besar ikan yang dibeli Perindo dari nelayan di Natuna, menurut Yogi, dikirim ke Jakarta dan Surabaya. Terdapat beraneka ragam ikan yang didapat Perindo dari kapal-kapal ikan yang menangkap ikan di perairan Natuna, seperti kakap merah, tongkol, tamban, kerapu, dan cumi-cumi.
Saat ini, kata Yogi, kakap merah dari nelayan yang datang ke SKPT Natuna dihargai Rp 45 per kilogram. Di Jakarta, harga jualnya menjadi 60 ribu per kilogram. Sementara itu, harga cumi-cumi dari nelayan mencapai Rp 16 ribu per kilogram. "Di Jakarta bisa Rp 30 ribu per kilogram," ujarnya.
Pada 2016, KKP membangun SKPT Natuna dengan nilai investasi Rp 112,2 miliar. SKPT yang resmi beroperasi pada 1 Juni 2017 itu dibangun agar kapal ikan yang beroperasi di perairan Natuna dapat menjual ikannya di sana. Menurut data, potensi perikanan di Natuna mencapai 1.143.341 ton.
ANGELINA ANJAR SAWITRI