TEMPO.CO, Jakarta - Turunnya produksi garam sehingga terpaksa melakukan impor membuat pemerintah mencari solusi. Menurut Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto, pemerintah tengah mengkaji teknologi baru untuk meningkatkan produksi garam.
"Kita sebenarnya bisa memproduksi garam dengan lebih efisien dan cepat (untuk mengurangi impor)," ujar Unggul usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di rumah dinasnya perihal produksi garam, Jumat, 4 Agustus 2017.
Baca: Impor Garam Dianggap Rawan Ditunggangi Dagang Politik
Sebagaimana diketahui, angka impor garam ke Indonesia mencapai jutaan ton per tahunnya. Pada tahun 2016, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor sekitar 2 juta ton garam (baik produksi maupun konsumsi) dengan nilai kurang lebih 100 juta Dollar AS.
Angka impor tersebut berpotensi meningkat tahun ini karena kelangkaan garam yang terjadi. Beberapa hari lalu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito menyetujui impor 75 ribu ton garam dari Australia untuk merespon kelangkaan garam.
Unggul berkata, produksi garam di Indonesia bisa ditingkatkan untuk mengatasi kelangkaan dan impor dengan meningkatkan kadar konsentrasi garam di air laut. Caranya, air laut secara intensif diputar di wadah pengolahan sebelum dialirkan ke lahan pengeringan.
Kadar konsentrasi garam yang lebih tinggi, menurut Unggul, juga akan mempersingkat proses produksi garam. Apabila sebelumnya petani garam menghabiskan waktu 12 hari untuk proses pengeringan air laut, bisa diperisingkat jadi 4 hari saja.
"Namun, butuh lahan yang lebih luas untuk menampung air laut yang telah diaduk. Tadi kami jajaki beberapa daerah," ujar Unggul.
Deputi Bidang Teknologi Agro Industri BPPT Eniya L Dewi membenarkan ucapan Unggul. Menurutnya, dibutuhkan lahan minimal 300-400 hektar dan 2 waduk untuk menerapkan teknologi yang dimaksud Unggul. Dia mengaku sulit untuk mencari lahan seluas itu di Jawa. "Misalnya cuma ada 15 hektar, itu tidak akan optimum," ujar Eniya.
Eniya menyampaikan pemerintah menimbang dua opsi perihal penyediaan lahan untuk peningkatan produksi garam. Opsi pertama adalah membentuk korporasi antar para pemilik lahan produksi garam di Jawa untuk menerapkan teknologi yang dikaji BPPT.
Opsi kedua, melakukan ekspansi ke Indonesia Timur. Menurut Eniya, wilayah NTT, NTB, dan Sulawesi Selatan patut dijajaki karena memiliki lahan luas dan curah hujan rendah. "Kalau ada 15 ribu hektar, kita bisa produksi garam 500 ribu ton," ujarnya.
ISTMAN MP