TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) memutuskan melakukan aksi mogok kerja pada 3-10 Agustus 2017. Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengimbau agar Serikat Pekerja PT JICT tidak bertindak yang aneh-aneh.
Ditemui seusai penganugerahan gelar Perekayasa Utama Kehormatan di Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2017, Luhut mengatakan, jika serikat pekerja ingin menyampaikan komplain atas hal yang tidak sesuai, seharusnya dapat dikomunikasikan dengan baik. Hal itu demi menjaga produktivitas perusahaan dalam melakukan pelayanan.
"Saya ingin imbau, jangan aneh-aneh lah. Kalau ada hal-hal yang tak benar, ya, diberi tahu. Namun jangan buat produktivitas enggak bagus," katanya.
Ia bahkan meminta aparat keamanan melakukan pemantauan jika ada pelanggaran dalam aksi.
Baca: Menteri Luhut: BPPT Ahli Produksi Garam Tahan Cuaca
"Kalau perlu diproses hukum, ya, kita proses hukum. Jangan demo-demo yang enggak jelas itu. Demo itu kalau memang ada hak dia yang enggak dilakukan (diberikan). Di luar, misalnya, UMR atau lainnya, ini kan tidak," ujarnya.
Luhut pun mengaku bingung dengan aksi yang dilakukan Serikat Pekerja PT JICT. Pasalnya, penghasilan pegawai JICT bagian operator saja sekitar Rp 36 juta per bulan.
"Saya juga bingung. Gajinya nomor dua tertinggi di dunia, Rp 36 juta atau berapa untuk operator di situ. Saya saja menteri gajinya cuma Rp 19 juta. Aneh tuh. Katanya, bonusnya kurang, saya enggak tahu. Ini akan dicek," tutur Luhut.
Menurut kuasa hukum PT JICT, Purbadi Hardjoprajitno, aksi mogok kerja disebabkan bonus karyawan yang diterima pada 2016 menurun 42,5 persen dibanding bonus tahun sebelumnya. Penurunan terjadi karena profit before tax (PBT) PT JICT menurun dari US$ 66,3 juta Serikat pada 2015 menjadi US$ 44,2 juta pada 2016.
ANTARA