TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan stabilitas sistem keuangan triwulan II 2017 dalam kondisi normal. "Ekonomi tetap berjalan baik," kata dia di kantornya, Jumat, 28 Juli 2017. Namun Indonesia dinilai tetap harus waspada.
Kondisi sektor keuangan dinyatakan dalam kondisi stabil setelah dia bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelar rapat berkala di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kamis, 27 Juli 2017. Selain Sri Mulyani, rapat dihadiri oleh Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner LPS, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru dilantik.
Simak: Utang Naik Rp 34 Triliun, Kemenkeu: Untuk Belanja Produktif
Sri Mulyani mengatakan, kondisi normal terlihat berdasarkan hasil pemantauan dan penilaian terhadap perkembangan moneter, fiskal, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Faktor lainnya adalah pasar modal, pasar Surat Berharga Negara (SBN), perbankan, lembaga keuangan non bank dan penjaminan simpanan.
Stabilitas sistem keuangan ditopang oleh fundamental ekonomi yang terjaga baik, seperti deflasi harga pangan. Inflasi pada masa lebaran yang relatif rendah dibandingkan tahun sebelumnya juga mejadi salah satu indikatornya. Contoh lainnya, Sri Mulyani melanjutkan, adalah peningkatan jumlah rekening simpanan yang signifikan serta penerimaan perpajakan pada semester I yang relatif stabil.
KSSK menyatakan terdapat beberapa potensi risiko, baik dari luar maupun dalam negeri. Dari sisi eksternal, Sri Mulyani menuturkan, kebijakan bank sentral Amerika, Federal Reserve, menjadi perhatian. The Fed berencana kembali menaikkan suku bunganya, Fed Fund Rate. The Fed juga berencana mengurangi besaran neracanya.
Sri Mulyani mengatakan, ketidakpastian arah kebijakan fiskal Amerika juga perlu diwaspadai. Selain itu, tekanan harga komoditas terutama minyak mentah dan dinamika geopolitik global serta regional juga jadi perhatian.
Dari dalam negeri, KSSK mencermati indikasi dari kegiatan ritel yang kurang sesuai dengan yang diharapkan. Dampak penyesuaian harga listrik 900 VA serta pertumbuhan kredit dan risiko kredit juga masih perlu menjadi perhatian Sri Mulyani.
VINDRY FLORENTIN