TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah eks karyawan PT Angkasa Pura I melakukan unjuk rasa di depan gedung Kementerian BUMN tempat Menteri Rini M. Soemarno berkantor.
Mereka menuntut pembayaran tunjangan hari tua (THT). Para eks karyawan yang melakukan aksi damai tersebut adalah pemandu langit atau petugas pengatur lalu lintas penerbangan atau yang biasa disebut ATS (Air Traffict Service).
Berdasarkan pantauan di depan Kementerian BUMN, Kamis 27 Juli 2017, aksi dimulai sejak pukul 09.00 WIB. Tiga orang perwakilan massa bertemu pejabat Kementerian BUMN guna menyampaikan aspirasi. Para pekerja ATS pada awalnya tergabung dalam PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II. Kemudian atas kebijakan pemerintah terjadi pemisahan antara ATS dan Bandara, ATS dikelola oleh Perum LPPNPI (Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia) atau Airnav Indonesia, sedangkan PT Angkasa Pura mengelola bandara.
Sebanyak 603 pekerja ATS dan Tehnik Navigasi diberhentikan sejak 1 April 2014 melalui Surat Keputusan Direksi AP I Nomor SKEP. 1400/KP.07.01/2014 tentang Pemberhentian dengan hormat dari jabatan dan pengalihan pegawai perusahaan AP I menjadi pegawai Perum LPPNPI.
Pada karyawan eks Angkasa Pura I menuntut perseroan untuk membayar THT yang merupakan iuran THT yang dikelola secara mandiri oleh PT Angkasa Pura I melalui YAKAP (Yayasan Kesejahteraan Karyawan Angkasa Pura I).
Sejak 2014, eks karyawan Angkasa Pura I mengakui dana THT hasil iuran belum dibayarkan. Padahal, THT harus dibayarkan paling lambat sebulan.
Dalam keterangan resmi yang dibagikan perwakilan massa yang berunjuk rasa, eks karyawan PT Angkasa Pura I telah melakukan berbagai upaya. Antara lain meneken Perjanjian Bersama (PB) tertanggal 23 Januari 2017 antara perwakilan pekerja dengan perwakilan direksi PT Angkasa Pura I dengan disaksikan oleh pejabat Kementerian BUMN dan Kementerian Ketenagakerjaan.
Dalam perjanjian itu disebut pembayaran kompensasi THT akan dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2017. Namun, hingga hari ini PT Angkasa Pura I belum menyelesaikan pembayaran THT. Adapun, jumlah kerugian 603 pekerja diperkirakan sekitar Rp 71 miliar.
BISNIS.COM