TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Teguh Pamudji, mengatakan pemerintah akan mengevaluasi pembangunan smelter Freeport. Ini untuk mengawasi berjalannya pembangunan smelter oleh Freeport yang direncanakan selesai pada 2022.
Baca: Freeport Tak Otomatis Diperpanjang Kontraknya Pasca 2021
"Mengenai smelter, pasti ada sanksi (jika tak dibangun). Kalau smelternya tak jalan ada wacana ya dicabut (izin ekspor konsentrat)," kata Teguh Pamudji saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Rabu, 26 Juli 2017.
Teguh menuturkan Freeport sudah sepakat membangun smelter dan selesai paling lambat di 2022. Untuk itu, Freeport diberikan izin ekspor konsentrat untuk membayar bea keluar. "Sudah ada instrumen mengontrol pembangunan smelter."
Teguh mengungkapkan soal wacana pencabutan izin ekspor tersebut adalah cara untuk mendorong agar Freeport sungguh-sungguh membangun smelter. "Untuk mempercepat pembangunan smelter itu dievaluasi enam bulanan," katanya.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Susigit, mengatakan kemajuan smelter didasarkan pada komitmen untuk membangun dari Freeport. Ia melihat memang bisa dilakukan pencabutan izin ekspor konsentrat jika pembangunan smelter tak berjalan.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. Bambang menjelaskan jika dalam jangka waktu 6 bulan, pembangunan smelter tak mencapai 90 persen maka izin ekspor bisa dicabut.
Baca: Alasan Ini Bikin Freeport Indonesia Emoh Masuk Bursa
Seperti diketahui mengenai kelangsungan operasi Freeport pasca 2021 sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, setiap pemegang IUPK berhak mengajukan perpanjangan sebanyak dua kali dengan jangka waktu 10 tahun.
DIKO OKTARA