TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan biaya yang diperlukan untuk menerapkan kebijakan redenominasi tidak besar. Karena itu, dia mendukung dibahasnya Rancangan Undang-Undang tentang Redenominasi Mata Uang Rupiah.
"Kalau sesuatu yang biayanya mahal dipaksa-paksakan, itu baru masalah," kata Darmin saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Juli 2017.
Simak: Sri Mulyani Ingin Redenominasi Rupiah Mulai Dirancang Tahun Ini
Menurut Darmin, dengan diterapkannya redenominasi rupiah, pencatatan nominal mata uang akan lebih efisien. "Memang tidak soal hidup-mati. Kita tetap aja hidup baik-baik dengan angka sederet, lebih panjang. Tapi dia soal efisiensi," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Tahun ini, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo akan mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Redenominasi Mata Uang Rupiah kepada DPR. Namun Agus akan menemui Presiden Joko Widodo terlebih dahulu sebelum mengajukan usulan tersebut.
Menurut Agus, RUU Redenominasi Rupiah berisikan 18 pasal. Untuk proses implementasi redenominasi, kata dia, akan memakan waktu hingga tujuh tahun. "Dua tahun adalah persiapan, 2020-2024 adalah masa transmisi, dan kemudian ada tahap phase out," ujarnya.
BI telah menggelar focus group discussion dengan Komisi Keuangan DPR untuk membahas RUU tersebut. Menurut Agus, pertemuan itu dihadiri semua fraksi. "DPR kelihatannya sudah mendukung bahwa ini adalah prioritas yang dibutuhkan Indonesia," ujar Agus.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mendukung RUU Redenominasi Rupiah dimasukkan ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun ini. "APBN sudah dianggap memiliki kredibilitas dan realistis sehingga kita bisa mendapatkan investment grade," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI