Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bisnis Retail Lesu, Omzet Pedagang di Glodok Tergerus

Editor

Setiawan

image-gnews
Suasana sepi di salah satu Pusat Perbelanjaan Glodok, Jakarta, 4 November 2016. Sejumlah pertokoan menutup tokonya terkait demo besar disekitar kawasan Istana Negara. TEMPO/Subekti.
Suasana sepi di salah satu Pusat Perbelanjaan Glodok, Jakarta, 4 November 2016. Sejumlah pertokoan menutup tokonya terkait demo besar disekitar kawasan Istana Negara. TEMPO/Subekti.
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Jakarta - Kawasan Pusat Perbelanjaan Glodok, Jakarta Barat, sudah tampak lengang meski waktu masih menunjukkan pukul 13.35 WIB hari ini, Selasa, 18 Juli 2017.

Awalnya, kawasan Glodok dikenal sebagai pusat belanja barang kebutuhan elektronik. Namun seiring menjamurnya toko ritail di Jakarta, kawasan ini semakin  sepi.

Baca: Pengusaha Beberkan Penyebab Lesunya Bisnis Retail di Tahun Ini

Tempo  mencoba mereportase kawasan pusat perbelanjaan di Glodok, Pasar Jaya Lindeteves dan Glodok Lindeteves Trade Center. Menyusuri tiap lorong-lorong di Pasar Jaya, suasana tak begitu ramai.

"Nyari apa mbak, telepon ada, tivi ada," teriak salah satu pedagang. Namun teriakan itu  tak dihiraukan oleh pengunjung yang lewat.

Di lantai satu Pasar Jaya Glodok juga banyak tokoyang mulai ditinggalkan pemiliknya. Informasi itu didapat dari salah satu pengusaha servis elektronik, G. Hutagalung, 61 tahun.

Menurut Hutagalung, membuka usaha di kawasan Glodok lebih banyak rugi ketimbang untung. Untuk itu, banyak yang lebih memilih menyewakan kiosnya, apakah untuk toko atau hanya sebagai gudang.

Menurut pemilik toko Ateng jaya ini, pedagang di pasar Glodok semakin berkurang setelah dibangun Plaza Glodok.  Apalagi setelah dibangun Harco Mangga Dua, Cempaka Mas dan Mangga Dua Square, makin menyusut saja jumlah pedagang di pasar Glodok.

Menurut Hutagalung, banyak pedagang yang masih bertahan di kawasan perbelanjaan tertua di Jakarta ini karena harga sewa toko yang masih murah. Ia bercerita, dalam satu tahun, untuk ruko kecil berukuran 2x3 meter, harga sewanya  Rp 25 juta dengan biaya daya  listrik sebesar Rp 700 per bulan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Toko Hutagalung berada di lantai dua dan cukup  strategis, tapi tetap saja sekarang sepi pengunjung. "Mau ke mana lagi sekarang. Ada sih yang lebih murah dari Glodok, tapi lebih jauh lagi. Lebih susah nanti mencari pembeli," ucapnya.

Beralih ke pusat perbelanjaan  yang lebih modern. Tempo menelusuri pusat perbelanjaan Glodok Lindeteves Trade Center yang berada sekitar 200 meter dari Pasar Jaya. Sekilas interior gedung ini tak jauh dengan  ITC Kuningan. Namun  aktivitas  LTC Glodok lebih lengang.

Di pusat penjualan ritel dan elektronik ini terlihat beberapa toko yang tutup dan beralih fungsi  menjadi gudang. Menurut salah satu pemilik toko elektronik, banyak pedagang yang memilih untuk hengkang dari Glodok LTC karena biaya sewa yang cukup mahal. Rata-rata dalam satu tahun, mereka harus membayar biaya sewa gedung dengan harga di kisaran Rp 35 juta hingga Rp 50 juta. "Itu tergantung dari masing-masing pemilik ruko dan penyewanya. Orang juga enggak mau ambil risiko kalau jualannya enggak laku," ucapnya.

Penjual ini mengaku memilih untuk tetap bertahan di tengah gempuran persaingan retail  dan bisnis online yang memukul omset mereka. Tak ingin mengikuti arus, ia mencoba bertahan kareba baru saja berpindah dari tokonya di Harco, Mangga Dua. 

Baca: Peritel Gigit Jari, Lebaran Sepi Transaksi 

"Berjualan itu belum tentu untung. Harus siap kalau rugi. Memang banyak yang beralih ke bisnis online  tapi saya tidak karena bisnis online itu ribet," kata pedagang yang tak mau disebutkan namanya itu.

DESTRIANITA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Prediksi Ritel Tumbuh 4,2 Persen hingga Akhir 2023, Aprindo: Kalau Suasana Kondusif

16 November 2023

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey saat ditemui di Hypermart Puri Indah, Jakarta Barat pada Rabu, 8 Februari 2023. TEMPO/Riani Sanusi Putri
Prediksi Ritel Tumbuh 4,2 Persen hingga Akhir 2023, Aprindo: Kalau Suasana Kondusif

Aprindo memprediksi pertumbuhan usaha ritel nasional tumbuh hingga 4,2 persen hingga akhir tahun.


Alasan 7 dari 10 Konsumen Pilih Belanja Langsung dan Daring

13 Maret 2023

Ilustrasi belanja / masyarakat kelas menengah.  ANTARA/Puspa Perwitasari
Alasan 7 dari 10 Konsumen Pilih Belanja Langsung dan Daring

Penelitian mencatat tujuh dari 10 konsumen di kawasan Asia Pasifik cenderung memilih berbelanja secara daring sekaligus datang ke gerai.


29 Bank Masuk BI Fast, Mewakili 87 Persen Sistem Pembayaran Ritel Nasional

29 November 2022

Karyawan melintas di area perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, Selasa, 31 Mei 2022. Menurut pengamatan bank sentral, inflasi pada tahun 2022 akan berada di kisaran 4,2 persen yoy. TEMPO/Tony Hartawan
29 Bank Masuk BI Fast, Mewakili 87 Persen Sistem Pembayaran Ritel Nasional

Bank Indonesia (BI) mengumumkan ada jumlah peserta BI Fast kini bertambah sebanyak 29 bank.


Tips buat yang Ingin Merintis Bisnis Ritel

13 November 2021

Ilustrasi pertokoan atau pusat perbelanjaan di Jakarta. ANTARA/Galih Pradipta
Tips buat yang Ingin Merintis Bisnis Ritel

Bisnis ritel menjadi salah satu usaha yang diminati karena biasanya menjual berbagai kebutuhan primer dan langsung kepada konsumen.


Ini Bedanya Alfamart dan Indomaret

12 September 2021

Minimarket Alfamart dan minimarket Indomaret. TEMPO/Prima Mulia
Ini Bedanya Alfamart dan Indomaret

Kerap bersebelahan, ini beberapa perbedaan antara Alfamart dan Indomaret


Mau Terjun ke Usaha Ritel, Jangan Lupa Perhatikan Tren

7 Maret 2021

Ilustrasi bisnis online. shutterstock.com
Mau Terjun ke Usaha Ritel, Jangan Lupa Perhatikan Tren

Salah satu industri yang paling terpengaruh oleh tren terkait pandemi adalah ritel. Simak tips agar bisnis ini bisa bertahan.


Gara-gara Banjir, Peritel Sulit Capai Target Omzet

3 Januari 2020

Pedagang mengevakuasi barang dagangannya yang terendam banjir di Mal Cipinang Indah, Jakarta Timur, Rabu, 1 Januari 2020. Banjir tersebut akibat luapan sungai Sunter dan tingginya intensitas curah hujan sejak Selasa malam, 31 Desember 2019. ANTARA/Galih Pradipta
Gara-gara Banjir, Peritel Sulit Capai Target Omzet

Banjir besar di beberapa wilayah Jabodetabek membuat pengusaha ritel mengeluh rugi dan omzet penjualan melorot.


11 November Diusulkan Menjadi Hari Ritel Nasional

12 November 2019

Pembeli memilih barang belanjaan di Giant Ekspres Mampang Prapatan, Jakarta, Ahad, 23 Juni 2019.Toko ritel Giant Ekspress menggelar diskon penutupan gerai di sejumlah tokonya hingga 28 Juli 2019 mendatang. TEMPO/Muhammad Hidayat
11 November Diusulkan Menjadi Hari Ritel Nasional

Aprindo mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan 11 November sebagai Hari Ritel Nasional.


Prospektif, Peritel Indonesia Ingin Ekspansi ke Vietnam

24 Oktober 2019

Logo perusahaan fashion asal Swedia H&M di pertokoan Wina, Austria, 1 Oktober 2016. [REUTERS/Leonhard Foeger]
Prospektif, Peritel Indonesia Ingin Ekspansi ke Vietnam

Sejumlah minimarket atau convenience store nasional punya keinginan untuk berekspansi ke Vietnam.


Yakin Tumbuh 10 Persen, Pengusaha Ritel Andalkan Ini

2 Oktober 2019

Suasana toko ritel Giant Ekspres saat menggelar diskon penutupan gerai di Mampang, Jakarta Selatan, Ahad, 23 Juni 2019. Tempo/Hendartyo Hanggi
Yakin Tumbuh 10 Persen, Pengusaha Ritel Andalkan Ini

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) menargetkan pertumbuhan industri ini dapat lebih baik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 10 persen.