TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan tantangan pelarangan cantrang sebagai alat penangkapan ikan adalah mengelola transisinya. Transisi dari pola ekonomi yang tidak ramah lingkungan ke pola ekonomi yang ramah lingkungan.
"Pemerintah telah menyediakan solusi berupa penggantian alat (tangkap ikan)," kata Luhut saat ditemui di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2017.
Luhut menuturkan kapal yang menggunakan cantrang oleh regulasi nasional dan organisasi internasional, seperti FAO, telah dilarang. Larangan ini sejalan dengan konsep prinsip ekonomi biru dan keberlanjutan sumber daya alam.
Baca: Tak Melaut, Ratusan Kapal Cantrang Bersandar di Pelabuhan
Meski begitu, Luhut melihat proses penggantian alat tangkap cantrang memerlukan waktu yang panjang. Ditambah lagi dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa yang memang menuntut proses administrasi yang tidak singkat.
Luhut melanjutkan, membiarkan nelayan pemilik kapal cantrang atau buruh nelayan tak bisa bekerja di kapal cantrang dalam waktu lama merupakan masalah yang harus ditanggapi dengan cermat. "Kesejahteraan rakyat jangka panjang penting, tapi jangka pendek dan jangka sekarang tak dapat diabaikan."
Luhut menjelaskan, kebutuhan sehari-hari nelayan cantrang yang tak bisa dipenuhi lantaran tak bisa melaut dapat menciptakan perangkap utang. Terlebih ia melihat kemiskinan erat kaitannya dengan terorisme. "Fakta menunjukkan kemiskinan pemicu instabilitas dan terorisme."
Bagi Luhut, solusi nelayan cantrang tak hanya mengenai pemberian alat tangkap ramah lingkungan, tapi juga perubahan skill set. Salah satunya pelatihan kemampuan agar nelayan dapat menjadi awak dari distant water fishing fleet milik Indonesia.
DIKO OKTARA