TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari pertama perdagangan selepas libur Lebaran ditutup naik 80,52 poin atau 1,38 persen ke level 5.910,23. Penguatan indeks ditopang masuknya dana asing ke bursa.
Analis Indosurya Mandiri Sekuritas, William Surya Wijaya, mengatakan kenaikan indeks ditunjang capital inflow yang masih mengalir ke pasar saham. "Ditopang fundamental perekonomian yang terjaga, tercermin dari rilis data inflasi yang terkendali, memicu dana investor asing kembali masuk," ujarnya, Senin, 3 Juli 2017.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pada Juni 2017 mencapai 0,69 persen. Dengan demikian, laju inflasi tahun kalender Januari-Juni 2017 mencapai 2,38 persen dan inflasi dari tahun ke tahun (year on year/yoy) tercatat 4,37 persen.
Baca: IHSG Diprediksi Menguat Pasca Libur Lebaran
Sedangkan dalam data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing tercatat membukukan beli bersih atau foreign net buy Rp 476,76 miliar pada awal pekan ini. Menurut William, investor asing yang masih menempatkan dana di pasar saham menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan investor masih cukup tinggi sehingga IHSG terus melaju ke level tertinggi.
Frekuensi perdagangan kemarin tercatat 354.259 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan 6,821 miliar lembar saham atau senilai Rp 8,722 triliun. Sebanyak 181 saham naik, 167 saham menurun, dan 95 saham tidak bergerak nilainya atau stagnan. Adapun bursa regional yang menguat adalah Nikkei naik 22,37 poin (0,11 persen) ke 20.055,80, Hang Seng menguat 19,59 poin (0,08 persen) ke 25.784,17, dan Straits Times menguat 0,72 poin (0,02 persen) ke posisi 3.227,20.
Simak: Dibayangi Aksi Ambil Untung, IHSG Rawan Koreksi
Analis First Asia Capital, David Sutyanto, menuturkan indeks pada perdagangan awal pekan ini berpeluang melanjutkan tren bullish (menguat), didorong sentimen positif pasar oleh data inflasi Juni 2017. "Inflasi relatif terkendali," ucapnya.
Sedangkan perdagangan rupiah pada Senin setelah libur panjang ditutup menguat tipis 9 poin menjadi Rp 13.339 per dolar Amerika Serikat. "Data inflasi Indonesia pada Juni yang cukup terkendali menjadi salah satu faktor yang memicu rupiah bergerak di area positif," ujar analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra, Senin.
Kendati demikian, kata Agus, fluktuasi mata uang rupiah terbilang cukup tinggi di rentang Rp 13.300-13.330 per dolar Amerika. Hal itu disebabkan masih terbukanya potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika (Fed Fund Rate).
Dia berujar bank sentral Amerika (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuan sekali lagi pada tahun ini masih menjadi sentimen positif bagi dolar Amerika. Agus menambahkan, meski mengalami tekanan terhadap mata uang negara maju, dolar Amerika masih membuka peluang menguat terhadap mata uang negara-negara berkembang.
Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, mengatakan The Fed memang sudah menaikkan suku bunga acuan dan ditargetkan akan naik satu kali lagi. Namun hal itu dibarengi pesimisme terhadap target inflasi. Pada saat yang sama, keraguan terhadap stimulus fiskal Presiden Amerika Donald Trump semakin meredup setelah Senat Amerika Serikat menunda pengesahan Undang-Undang Kesehatan. "Hal itu menjadi salah satu faktor yang membuat dolar Amerika mengalami tekanan," ujarnya.
VINDRY FLORENTIN | ANTARA | ALI NUR YASIN