TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) memiliki piutang dalam jumlah besar, yang berasal dari tunggakan pemerintah dan Tentara Nasional Indonesia. Menurut Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik, total tagihan yang belum dibayarkan mencapai Rp 34 triliun. “Dana sebesar itu bisa untuk membangun satu kilang minyak,” kata dia di Jakarta, kutip Koran Tempo edisi Sabtu, 17 Juni 2017.
Simak: Pertamina Siapkan 16 Kantong SPBU di Jalur Mudik Sumatera
Dari jumlah itu, kata Elia, piutang Pertamina di pemerintah sebesar Rp 24 triliun yang terdiri atas sisa pembayaran subsidi elpiji tabung tiga kilogram senilai Rp 16 triliun dan subsidi bahan bakar minyak jenis Premium Rp 8 triliun. Piutang ini belum dibayar sejak tahun lalu. Adapun piutang dari pengadaan bahan bakar untuk TNI yang mencapai Rp 10 triliun belum dibayarkan sejak 2014.
Menurut Elia, piutang yang sangat besar itu mempengaruhi arus kas perusahaannya. Apalagi, kata dia, Pertamina mendapatkan penugasan untuk mewujudkan program satu harga bahan bakar minyak di seluruh Tanah Air, yang membutuhkan biaya besar. "Ini akan mempengaruhi keuangan perseroan."
Elia memperkirakan laba bersih US$ 3,14 miliar (Rp 41,7 triliun) yang diperoleh sepanjang tahun lalu akan tergerus hingga tinggal separuhnya untuk menutupi biaya-biaya tersebut. “Ini biaya yang harus kami tanggung untuk menjalankan perintah pemegang saham,” ujarnya.
Dalam laporan keuangan teraudit Pertamina tahun 2016, jumlah piutang pemerintah mencapai US$ 1,792 miliar (Rp 23,9 triliun) atau turun jika dibanding tahun sebelumnya sebesar US$ 2,273 miliar (Rp 30,3 triliun).
Selain piutang dari penggantian subsidi bahan bakar minyak jenis tertentu dan elpiji tiga kg, pemerintah belum membayar jasa pemasaran kepada Pertamina. Ini adalah imbalan bagi Pertamina yang telah memasarkan bagian hasil produksi minyak dan gas pemerintah dari operasi kontraktor kontrak kerja sama (K3S). Nilainya mencapai US$ 86,811 juta pada 2016.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, membenarkan soal nilai piutang tersebut. Menurut dia, kekurangan pembayaran terjadi lantaran anggaran negara terbatas. “Kurang bayar subsidi bahan bakar akan dipenuhi secara bertahap tahun ini dan tahun 2018,” kata Askolani kepada Tempo.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto belum memberikan tanggapan atas masalah ini.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Sonny Loho mengatakan amat wajar jika perusahaan negara seperti Pertamina mengalami kerugian. Toh, kata Sonny, kerugian Pertamina terjadi karena mengikuti program pemerintah.
Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara Indra Surya menambahkan, lembaganya bersama Kementerian Badan Usaha Milik Negara serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selalu mengevaluasi kinerja Pertamina. “Selama kinerja mereka mengikuti program pemerintah, pasti dijamin negara,” ujarnya.
Senior Vice President Fuel Retail Marketing Pertamina, Gigih Wahyu Hari Irianto, yakin pemerintah tidak akan tinggal diam melihat kerugian Pertamina. “Poin kami bagaimana agar Pertamina tak mengalami kerugian yang berkepanjangan,” katanya.
BUDI SETYARSO | ANDI IBNU | PRAGA UTAMA