TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik mencatat indeks perilaku antikorupsi (IPAK) Indonesia mencapai 3,71 dari skala 0 sampai 5. Nilai ini naik bila dibanding nilai pada 2015 sebesar 3,59.
Baca: Jaringan Anti-Korupsi Yogyakarta Kecam Hak Angket KPK
"Cukup tinggi. Artinya, masyarakat semakin berperilaku antikorupsi," ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS M. Sairi Hasbullah di Kantor Pusat BPS, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Juni 2017.
Sairi menyebutkan IPAK itu disusun berdasarkan dua dimensi, yakni persepsi dan pengalaman masyarakat. Persepsi menunjukkan pendapat masyarakat terhadap perilaku koruptif dan pengalaman menunjukkan pengalaman perilaku korupsi masyarakat.
Kedua dimensi tersebut mengalami kenaikan bila dibanding 2015. Adapun pada dimensi persepsi, ada kenaikan nilai IPAK dari 3,73 menjadi 3,81. Dimensi pengalaman juga mengalami lonjakan dari 3,39 menjadi 3,60.
Masyarakat, kata Sairi, semakin menyadari bahwa tindakan-tindakan yang kerap terjadi di masyarakat, seperti memberi uang pada petugas pemerintahan untuk mempercepat administrasi atau memberi parsel kepada pejabat pemerintahan pada hari raya, merupakan hal tidak wajar.
Berdasarkan demografinya, BPS mencatat fakta lain, yakni masyarakat perkotaan memiliki indeks antikorupsi yang lebih besar dibanding masyarakat perdesaan. "IPAK perkotaan 3,86 dibandingkan dengan IPAK perdesaan 3,53," ucapnya.
Tingkat pendidikan, kata Sairi, juga berpengaruh terhadap tingkat antikorupsi masyarakat. Semakin tinggi pendidikan, masyarakat cenderung lebih antikorupsi.
Baca: Rakyat Bisa Memutus Lingkaran Setan Korupsi
Ketika digolongkan berdasarkan usia, Sairi menemukan kecenderungan yang unik, yakni semakin tua masyarakat, mereka semakin permisif terhadap tindakan korupsi. "Sebab, anak muda biasanya masih idealis," tuturnya.
CAESAR AKBAR | SETIAWAN ADIWIJAYA