TEMPO.CO, Surabaya - PT Garam (Persero) menyatakan kooperatif terhadap kasus hukum yang menimpa perusahaannya. Bantuan hukum akan diberikan bagi Direktur Utama Achmad Boediono. “Untuk bantuan hukum pasti kami upayakan,” ujar Direktur Pemasaran PT Garam Ali Mahdi kepada Tempo, Senin, 12 Juni 2017.
Baca: Penangkapan Dirut PT Garam, Bareskrim: Negara Rugi Rp 3,5 Miliar
Achmad terjerat kasus dugaan penyalahgunaan izin impor garam konsumsi. Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No 125/M-DAG/PER/12/2015, impor garam konsumsi ditugaskan kepada BUMN di industri garam tersebut. Pemerintah memberikan rekomendasi impor sebanyak 75.000 ton dari rencana awal sebanyak 226.124 ton.
Ali mengatakan, pihaknya telah berupaya menjalankan penugasan impor garam konsumsi sesuai prosedur. Proses tender (lelang) dilakukan dengan total peserta 8 perusahaan dari India dan Australia. Penawaran harga dibuka kepada berbagai eksportir supplier.
Berikutnya, pihaknya membandingkan tiap harga yang diajukan serta menelisik kelengkapan persyaratan teknis dan administrasi. “Dari total kuota impor 75 ribu ton, pemenangnya adalah Dampier Salt, Australia Selatan sebesar 55 ribu ton dan dari Kandla Agro, India, sebesar 20 ribu ton,” tuturnya.
Ali menyebutkan, PT Garam mensyaratkan kualitas garam dengan kadar NaCl minimum 94 persen sesuai Peraturan Menteri Perindustrian. Namun, rata-rata spesifikasi garam yang disodorkan penyuplai India dan Australia, memiliki kadar NaCl di atas 97 persen.
“Padahal dulu nggak ada batasan maksimal. Di SNI juga masih seperti itu,” katanya. Maka pihaknya mengajukan perubahan izin impor dari konsumsi menjadi industri agar penugasan berjalan mulus.
Kasus ini mencuat setelah polisi menangkap Achmad di rumahnya di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu malam lalu. Ihwalnya, PT Garam mendapat tugas mengimpor garam konsumsi hingga 226 ribu ton pada awal tahun 2017. Achmad diduga mengubah izin impor tersebut menjadi impor garam industri.
Baca: Mendag Benarkan Adanya Perubahan Rekomendasi Impor PT Garam
Kepolisian menuding Achmad berniat menjual garam industri yang dikemas dalam bungkus garam konsumsi Rp 1.200 per kilogram. Padahal harga impornya Rp 400 per kilogram. Keuntungan menjadi besar karena impor garam industri mendapat pembebasan bea masuk. Sedangkan garam industri dikenai bea masuk 10 persen.
ARTIKA RACHMI FARMITA