TEMPO.CO, Jakarta - PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) mempertimbangkan membeli kapal produksi dalam negeri untuk menggantikan operasional kapal-kapal tua. Alternatif itu muncul lantaran harga kapal yang diusulkan perusahaan galangan asal Jerman, Meyer Werft, dinilai terlalu tinggi.
Baca: Mudik tanpa Macet, Pelni Tawarkan Pelayaran ...
“Kami mungkin akan mempertimbangkan beberapa alternatif supaya harga yang dibeli itu feasible untuk dioperasikan di Indonesia. Kami mencoba kemampuan produksi dalam negeri atau mungkin coba di-joint-kan dengan galangan luar negeri,” kata Direktur Utama PT Pelni Elfien Guntoro selepas rapat koordinasi di gedung Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta Pusat, Senin, 12 Juni 2017.
Elfien menilai harga 70 juta euro yang diusulkan perusahaan asal Jerman itu terlalu tinggi. Perusahaan pelayaran pelat merah menghitung harga yang feasible secara komersial untuk dapat dioperasikan di Indonesia adalah 50 juta euro saja.
Menurut Elfien, Meyer menawarkan kapal dengan spesifikasi yang terlalu mewah untuk penggunaan kapal dalam negeri. Sebab, tarif pelayaran dalam negeri masih terlalu rendah bila dibandingkan dengan harga kapal itu.
"Memang kapalnya bagus, bahkan terlalu bagus. Analoginya seperti Mercy tapi digunakan untuk angkot, kan enggak masuk. Seharusnya bukan kapal itu," ucap Elfien.
Sebelumnya, Pelni menyepakati nota kesepahaman dengan Meyer untuk pembuatan sebuah kapal multi-purpose untuk mengangkut penumpang dan peti kemas.
Namun, menurut Elfien, Pelni mempertimbangkan untuk mengkaji ulang. "Keputusannya masih kita kaji ulang. Kalau feasible, ya jalan. Kalau enggak, ya enggak jadi. Kan begitu saja," ujarnya.
Baca: Pelni Tambah Kapal Tujuan Kepulauan Seribu
Elfien menambahkan, Pelni membutuhkan tiga kapal kapal baru untuk menggantikan kapal lama yang telah berumur di atas 30 tahun. "Untuk rute pelayaran Jakarta-Surabaya-Makassar-Baubau-Ambon-Sorong, masih jalur utama."
CAESAR AKBAR | SETIAWAN ADIWIJAYA