TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo meminta publik tidak terlalu mengkhawatirkan kebijakan pemerintah yang mewajibkan lembaga keuangan melaporkan saldo nasabahnya ke Direktorat Jenderal Pajak.
"Karena yang diminta adalah saldo akhir setiap tahun dan memang hanya akan dilakukan penelitian mendetail apabila ada dugaan awal penghindaran pajak," kata Tiko, sapaan akrab Kartika, di Plaza Mandiri, Jakarta, Ahad, 11 Juni 2017.
Baca: Bank Mandiri Kucurkan Kredit Infrastruktur Rp 1,5 Triliun
Salah satu kendala dalam implementasi kebijakan tersebut adalah pemecahan rekening oleh nasabah agar jumlah saldonya di bawah ketentuan. "Orang yang tidak ingin dilihat mungkin akan pecah. Tapi kalau penerapan NPWP makin masif akan sulit," ujarnya.
Menurut Tiko, sekitar 80 persen dari jumlah rekening bank di Indonesia hanya dimiliki 100-200 ribu nasabah. Untuk Bank Mandiri, kata dia, hampir sama. Dia berujar rekening dengan saldo Rp 1 miliar menguasai sekitar 80 persen jumlah deposan perusahaan.
Kementerian Keuangan mewajibkan lembaga keuangan melaporkan data tabungan nasabahnya ke Direktorat Jenderal Pajak. Saldo yang wajib dilaporkan minimal Rp 1 miliar. Rekening dengan saldo tersebut hanya 496 ribu atau 0,25 persen dari jumlah rekening.
Simak: Bank Mandiri Biayai Pengembangan Pelabuhan Rp 6,14 Triliun
Menurut Tiko, ketentuan tersebut merupakan sebuah keharusan. Untuk mengikuti Automatic Exchange of Information (AEoI), Indonesia mesti memiliki aturan yang mendukung keterbukaan informasi dari lembaga-lembaga keuangan.
Dengan telah digelarnya amnesti pajak, menurut Tiko, persentase nasabah yang belum taat melaporkan pajak sudah berkurang. "Sebagian masyarakat seharusnya sudah melaporkan dan menebus utang pajaknya saat amnesti pajak," tuturnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI