TEMPO.CO, Jakarta - Calon Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan dirinya hanya melamar posisi calon ketua. Jika tidak terpilih, dia memilih berada di luar OJK.
Baca: Hari Ini DPR Uji Kelayakan 4 Calon Komisioner OJK
"Saya lamar ketua. Kalau enggak lolos ketua, sudahlah bekerja di luar," kata Wimboh setelah mengikuti fit and proper test di Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kompleks Senayan, Jakarta, Senin, 5 Juni 2017.
Wimboh menegaskan tidak ingin menjadi wakil ketua ataupun anggota komisioner OJK. Alasannya, dia ingin lebih optimal dalam mengaktualisasikan dirinya sebagai profesional.
Dari 14 calon komisioner OJK, posisi ketua diperebutkan Wimboh dan Sigit Pramono. Keduanya melakukan fit and proper test di hadapan Komisi Keuangan DPR. Bagi Wimboh, jika Sigit yang terpilih sebagai ketua, dia akan berada di luar OJK. "Bagi saya kalau berdua di dalam, ya, ngapain. Lebih baik satu di luar. Sayang kalau berdua ada di dalam," ucapnya.
Sedangkan Sigit menyatakan dirinya adalah calon yang paling unggul diantara 14 calon komisioner OJK. Hal itu diungkapkannya saat dirinya dicecar anggota Komisi Keuangan DPR mengenai keunggulan yang dimilikinya. "Tentu saja saya unggul, saya 30 tahun lebih menjadi praktisi di sektor pasar modal, perbankan, industri keuangan non-bank sekaligus," kata Sigit.
Latar belakang sebagai praktisi ini juga disebut Sigit sebagai keunggulan tersendiri. OJK, kata dia, membutuhkan pemimpin yang bukan berasal dari Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan. Sudah saatnya, OJK punya pemimpin dari wakil industri. Ini dilakukan agar pemimpin OJK ke depan bisa mendobrak budaya feodal yang dianggap masih terjadi di OJK.
Baca: Sri Mulyani Sebut Faktor Ini Penggugur Calon Komisioner OJK
"Orang industri orang yang dekat dengan pasar. Dia tidak akan bersikap feodal. Dia pasti dekat dengan pasar, market friendly. Dan kami biasa bekerja seperti itu," kata Sigit. "Saya kira itu penting untuk mendobrak budaya seperti itu. Saya setuju sekali, yang sekarang masih sangat feodal."
AMIRULLAH SUHADA